Sabtu, 10 Desember 2011

Ini Tentang Kata ‘Maaf’



Engkau yang sedang marah, … sudahlah …

Janganlah kau teruskan memarahinya,
yang sesungguhnya sudah tahu bahwa dia salah.

Bukankah penyesalannya sudah cukup menyiksanya?

Apakah engkau menjadi lebih mulia
dengan membuatnya merasa semakin rendah
dan terluka dalam penyesalannya?

Apakah dunia ini menjadi lebih baik
denganmu yang marah tanpa arah,
dan dia yang meminta maaf kepadamu
yang tanpa rasa kasihan?

Sudahlah …

Lembutkanlah hatimu, dan lihatlah dia dengan kasih sayang.

Ingatlah,
suatu ketika nanti engkau akan juga berada
dalam keadaan yang sama.
Dan engkau akan tahu rasa dari penyesalan
dan permintaan maaf yang ditepis seperti lalat yang kotor.

Sudahlah …

Berkasih sayanglah. Damaikanlah hatimu dengan memaafkannya.

Dan dalam tangis yang bersulam tawa kecil,
dan dalam senyum haru yang berlelehkan air mata,
lupakanlah masa lalu,
hiduplah sepenuhnya hari ini,
dan jadilah pribadi yang sehat, damai,
dan bernafas lapang
menyambut semua kemungkinan baik masa depan -
yang disediakan bagi jiwa
yang meneruskan kehidupan dengan damai,
walau keadaan dan kejadian
seperti memberimu hak untuk marah
dan merusak dirimu sendiri.

Berhentilah marah.

Memaafkan menjadikan jiwamu berpendar indah.

Memaafkan menjadikanmu sesuai bagi keindahan hidup yang kau rindukan.

Tersenyumlah, dan bernafaslah dalam selapang-lapangnya dada.

Mario Teguh –

Aku tercekat membaca kalimat bijak MT pagi itu. Seketika membawaku pada masa lalu, masa dimana aku pernah marah luarbiasa pada seseorang dan butuh waktu berhari-hari memaafkannya. Aku marah waktu itu, ya, aku akui aku emosi, seminggu berlalu, marahku mulai ubah orientasi, marahku untuk memberinya pelajaran dan semoga tidak ada lagi korban selanjutnya yang berjatuhan. Aku sadari, sifat burukku jika sudah kecewa berat, adalah diam, dan kalau bisa jangan sampai bertatap muka dulu dengan orang tersebut demi menghindari pahalaku berpindah padanya. Time will heal everything, ya yang kubutuhkan hanya waktu, waktu untuk melupakan semuanya dan waktu untuk memaafkan.

Dan sekarang, kejadian berbalik padaku, aku membuat seseorang kecewa berat. Kau tau rasanya, mendapati orang terdekat kita kecewa gara-gara kita? Sakit!, secara fisik memang berada dalam satu tempat, satu ruangan, satu kota, tapi secara batin aku merasa bermil-mil jauhnya dari orang tersebut, sifatnya berubah 3600padaku, yah, selayaknya orang lain yang nggak saling mengenal, kalo kata MT, mungkin orang tersebut udah kayak bertemu lalat yang kotor, jijik. Jika sudah begitu, aku makin terkubur dalam lubang penyesalan. Sedih kali lah pokoknya T_T.

Aku sudah berusaha minta maaf, atau mungkin di matanya usaha minta maafku belum maksimal, tapi ntahlah aku masih nggak ngerti standar maksimal sebuah permintaan maaf. Aku hanya bisa mendelegasikan hatinya pada Allah, supaya dilembutkan dan mau menerima permintaan maafku. Itu aja.

Satu hal yang paling aku ingat dari perkataan Ippho, bahwa bisa jadi sukarnya urusan-urusan kita selama ini, seretnya rezeki, adalah karena kita terlalu sering merapuhkan hubungan kita dengan sesama manusia. Maka, berbuat baiklah dan bermaaf-maafan lah.

Aku yang sedang belajar menjadi dewasa. Sekali lagi, dari lubuk hati yang paling dalam Aku minta maaf, dan aku siap terima risikonya bahwa mungkin setelah ini aku harus mengenalmu dari awal lagi, dan segalanya tidak akan pernah sama lagi seperti sebelum aku membuatmu sekecewa ini. #rasanya pengen pergi jauh, sejauh-jauhnya dari semua orang yang pernah mengenalku.

Muharram dan Desember, benar-benar menguras perasaan dan airmata. Huwaaa…kalo diingat2, perih kali rasanya, permintaan maaf blm diterima, dikhianatin teman, bla…bla…bla.

Ikhlas rul!. SEMANGAT! ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar