Senin, 22 Desember 2014

Mengenang Emak ala Daoed Joesoef

Judul : Emak, Penuntunku dari Kampung Darat sampai Sorbonne
Penulis : Daoed Joesoef
Penerbit : Kompas
Cetakan : III, April 2010
Halaman : 304 halaman


Hanya para ibu yang bisa berpikir tentang masa depan, sebab merekalah yang melahirkan masa depan, dalam diri anak-anak mereka (Maxim Gorky)

Adapun suksesnya seseorang sebagian besar dipengaruhi peran ibu tercinta yang luarbiasa. Thomas Alva Edison sang penemu jenius misalnya, bersyukur memiliki Nancy Edison sebagai ibunya yang telah menyelamatkan ia dari sekolah yang selalu meremehkan kemampuan Thomas dalam belajar.

Akhirnya Nancy memilih untuk mengeluarkan Thomas dari sekolah dan mendidik dan mengajar anaknya sendiri sambil terus memotivasi ,”Ibu tahu, Nak. Kemampuan kamu memang buruk hari ini, tetapi kamu akan menjadi orang hebat suatu hari nanti’. Mungkin bila Tuhan tidak mengirimkan ibu sehebat Nancy untuk Thomas, sekarang kita tidak dapat menikmati sekitar 1.093 hasil temuannya seperti, bola lampu listrik, gramofon dan kamera film.

Lain pula kisah Meng Zi. Meng Zi adalah seorang filsuf besar asal negeri Cina. Ia memiliki ibu yang superduper galau dimasa sulit ketika sang suami meninggal dunia. Kesedihan yang mendalam, membuat Ibu Meng Zi memilih meratap sesuka hati. Kebiasaan meratapnya justru diitiru oleh Meng Zi kecil. Melihat aksi anaknya, maka ibu Meng Zi berpikir bahwa apa yang ia lakukan justru berpengaruh pada perkembangan anaknya. Akhirnya Ibu Meng Zi sadar, dan memilih pindah ke kota.

Di kota, banyak pedagang, dalam menjajakan dagangannya, mereka mabuk dulu sebelum berdagang. Meng Zi yang beranjak remaja, turut mengikuti jejak para pedagang, Ibu Meng Zi resah. Ia pun kembali pindah. Kali ini yang berdekatan dengan sekolah. Alhasil, Meng Zi menjadi seorang yang dikagumi karena kepintaran dan kecintaannya pada ilmu, bahkan ia pun dikenal sebagai filsuf besar di Cina.

Sekilas tampaknya menjadi ibu atau orangtua itu gampang, tapi bila dijalani ternyata tidak segampang yang dikira. Ada saat ketika menjadi orangtua itu seperti menyuapi mulut yang akan menggigiti kita, begitu kata Peter Devries dalam buku A Chicken Soup For The Soul-Rumahku Istanaku .

Luar biasa ya menjadi orangtua itu, tapi meskipun begitu tidak perlu takut pula menjadi orangtua, akan ada banyak bonus dan benefitnya. Justru dengan dapatnya amanah mendidik dan merawat anak, malah bisa menjadi sebuah investasi mahal bila disadari.

Adalah Daoed Joeseof, sosok yang juga berhasil berkat kasih sayang seorang Ibu. Daoed Joesoef adalah mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nasional Republik Indonesia ke 16 di pemerintahan Presiden Soeharto (1978-1983), ia lahir di Medan, 87 tahun lalu, tepatnya 8 Agustus 1926. Tahun 1959 ia meraih gelar Sarjana Ekonomi-nya di Fakultas Ekonomi UI, kemudian melanjutkan studi ke Sorbonne, Prancis. Disana dua gelar doktor dari Ilmu Keuangan Internasional dan Hubungan Internasional disematkan padanya tahun 1967 dan gelar Ilmu Ekonomi pada tahun 1973. Sekarang, pria berusia sepuh ini mengisi hari-harinya ia dengan melukis dan berkumpul bersama keluarga tercinta.

Emak-Pusat Gravitasi Hidup Daoed Joesoef

Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya Allah merahmati orangtua yang membantu anaknya berbakti kepadanya’, ketika itu, orang-orang disekeliling Rasulullah bertanya, ‘Bagaimana cara orangtua membantu anaknya ya Rasulullah? Nabi SAW menjawab, ‘Dia menerima yang sedikit darinya, memaafkan yang menyulitkannya, tidak membebaninya, dan tidak pula memakinya’.

Sungguh terahmatilah, Ibu Siti Jasiah selaku Emak dari Daoed Joesoef *Al-Faatihah*, petuah-petuahnya begitu menginspirasi Daoed untuk mengenangnya dalam sebuah buku setebal 304 halaman dan sudah direncanatuliskan pada 1970-an. Bagaimana sosok Emak Siti Jasiah? Selengkapnya…

Sesederhana sosok Emak, maka buku ini juga sangat sederhana sekali penyusunannya, tapi bila dibaca dan ditelaah, begitu kaya akan kebijaksanaan hidup. Diawali dari cover berwarna cream dengan ilustrasi yang digambar sendiri oleh Daoed Joesoef, tampak gambar seorang ibu sedang mengajarkan anaknya mengaji atau membaca Al Qur’an, dari gambar tersebut pembaca sudah disodorkan berjuta makna, bahwa sejatinya hidup itu hakikatnya adalah dari wahyu pertama yang diperoleh Muhammad SAW, iqra’. Dan mewakili sekali Bab 7, dengan judul ‘Emak dan Membaca’.

Memasuki daftar isi, maka pembaca disajikan, 23 Bab yang keseluruhan judul bab, diawali dengan kata ‘Emak dan … ‘ . Sampai disini tak perlu tergesa menuju Bab 1, nikmati setiap Kata Pengantar dari anak Emak. Disana dijelaskan bahwa meski perencanaan tulis dimulai sejak 1970-an, namun wujud fisik dalam bentuk buku terealisasi dalam cetakan pertama pada tahun 2003, lalu terus mengalami cetak ulang kedua, April 2005, berlanjut cetakan ketiga, April 2010, dan sampai buku ini saya resensi di tahun 2014, belum saya cek lagi status cetakannya sudah yang keberapa.

Beralih ke Prolog, pembaca disambut alur maju dengan narasi dan deskripsi Daoed tentang keberhasilannya meraih gelar doktor,
…Betapa tidak! Aku merupakan orang Indonesia pertama yang mempelajari ilmu ekonomi di Lembaga Pendidikan Tinggi Perancis. Kini aku tercatat pula sebagai orang Indonesia pertama yang oleh Sorbonne dianugerahi gelar doktor tertinggi dari jenisnya, yaitu Doctoral d’Etat atau doktor-negara, cum laude lagi… (Hal.1)

Dari pemaparan keberhasilannya inilah, Daoed mulai flashback hidupnya, mengingat barisan orang yang berjasa mengantarnya ke puncak sukses, adapun barisan orang tersebut, berujung pada satu sosok, Emak.

Prolog ditutup dengan kalimat, … Setiap orang di satu waktu tentu akan merujuk pada perilaku dan ucapan-ucapan ibunya. Kini tiba saatnya bagiku untuk melakukan hal tersebut… (Hal. 2)

Emak, Bapak dan Kami, itulah judul Bab 1, yang mengajak pembaca untuk mengenal siapa sosok Emak sebenarnya, suami Emak dan anak-anaknya.

Emak adalah seorang yang ramah, murah senyum, lemah lembut, cekatan, menyeni dan berkemauan keras, berani melawan arus. Dia berparas elok, berbadan tinggi semampai, berambut ikal dan panjang, berkulit bersih (hal.9 paragrap 2) Sempurna! Hehe

Mengenai perjalanan hidup sehingga berjodoh dengan Bapak Muhammad Jusuf, tidak ada yang tahu persis, makanya di Bab manapun tidak akan ditemui judul Emak dan Jodoh, ^_^
Di Bab ini penjelasan tentang Bapak juga ada, deskriptif sekali, sehingga kita bisa membayangkan orang-orang penting dan berjasa dalam kehidupan Daoed Joesoef lekat-lekat hanya dari penjelasannya yang detil namun sederhana dan enak sekali dibaca.

Menuju Bab berikutnya, mmm…sebenarnya terlalu panjang juga bila dibedah per Bab nya, karena ya itu tadi hampir semua Bab, pengalaman yang dirasakan penulis ber-Emak-an Siti Jasiah ini tak ada yang tak bisa diambil pelajaran hidup, segala pemikiran, tindak tanduk dan keahlian emak, semuanya bernilai, semuanya bermuara pada kebijaksanaan dan kearifan hidup.

Jadi, oleh saya sang peresensi, dari 22 Bab, minus Bab 1 yang wajib dibaca karena merupakan pengenalan awal sebagai modal pengetahuan biar nyambung saat membaca Bab-bab berikutnya, maka ada beberapa Bab yang saya sangat sukai walau hampir semua Bab saya sukaaa T_T

Bab 2 Emak dan Paman, diceritakan bahwa Paman Soelaiman adalah Sepupu Emak yang rajin bertandang ke rumah. Kita sebagai pembaca bisa menyimak diskusi-diskusi yang terjadi dari uraian dialog yang masih terekam oleh Daoed Joesoef, terutama anjuran paman untuk mulai dan melatih membiasakan menulis (hal.23)

Bab 3 Emak dan Hutan. Medan yang metropolitan kini, tak terbayang bila dahulunya adalah sebuah daerah yang berupa hutan lebat. Daoed kecil atau saat umur 5 tahun, sering diajak masuk dan keluar hutan oleh kedua orangtuanya, nah dari perjalanan keluar masuk hutan pun banyak mengalir petuah-petuah dari sang Emak. Petuah untuk menjaga hutan, kemudian ada juga filosofi batang air, Kau harus berlaku seperti batang air ini. Walaupun ia tetap terus mengalir mencapai tujuannya, semakin lama semakin menjauhi sumber aslinya, ia tidak pernah memutuskan diri barang sedetik dari sumbernya itu, ia tetap setia padanya. Lalu ada filosofi buku yang diuraikan Daoed, seperti apa? Baca sendiri ya ^_^

Bab 4 Emak dan Penataan Halaman. Emak selain ahli filosof juga ahli gardening dan parenting juga. Dalam Bab ini, emak menyarankan bila punya rumah, pastikan halamannya depan dan belakang itu luas. Selain itu, Emak juga memberi kesempatan anak-anaknya untuk belajar berkebun dengan masing-masing memiliki 1 kavling tanah, terserah mau ditanami apa, yang penting menghasilkan. Seru banget dah! Emak keren kali lah pokoknya. Ide ini cocok diterapkan oleh para orangtua zaman sekarang, biar gak televisi atau gadget aja, bahan pengalihan perhatian anak, yang terkadang banyak kerugiannya.

Bab 8 Emak dan Pendidikan, saya uraikan jadi satu saja, Emak dan Bapak adalah keduanya tidak bisa membaca dan menulis huruf latin, keadaan waktu itu tidak memungkinkan mereka untuk sekolah. Meskipun demikian, Emak dan Bapak satu visi dan misi untuk mendidik anak mereka agar tidak turut seperti mereka, justru jauh melampaui dari mereka.


Bab 22 Emak dan Subang Berlian, Bab inilah yang membuat saya terharu, tentang Emak yang jago menata perasaannya kepada anak-anaknya.

Membaca Kota Medan Masa Lalu

Meski bertabur nasihat, kebijaksanaan dan kearifan hidup. Dalam buku Emak ini, juga tak lepas dari kekurangan, diantaranya, pencantuman Bahasa Belanda yang tidak ada terjemahan Bahasa Indonesianya. Padahal di bab-bab sebelumnya, penulis rajin mencantumkan footnote sebagai penjelasan tambahan tentang satu kata asing.

Kemudian, memang diawal-awal Bab begitu menikmati sekali betapa serunya perjalanan hidup Daoed dengan Emaknya yang keren, tiba di pertengahan bab yang sudah puluhan, pembahasan mulai serius, kalau yang membaca Emak-emak, atau saya saja ukurannya, membaca bab tersebut bisa mengerutkan kening dan butuh dua kali membaca baru mengerti hehe.

Sampailah ke Epilog yang membuat saya turut bersedih pula, ya saat kabar meninggalnya Emak sampai ke Sorbonne. …Emak, dia yang tak pernah mengecewakan aku apalagi menyakiti hatiku. Satu-satunya duka yang disebabkannya adalah ketika ia harus pergi meninggalkan aku untuk selama-lamanya. T_T (hal.288)

Kemudian tentang Medan tahun 1930-an, buku ini layak di baca siapa saja termasuk anak muda, kayak saya :D, dan terlebih lagi anak Medan, banyak anak Medan yang melupakan sejarah kotanya, terlepas dari penyebab-penyebabnya, tapi saya pikir, adalah baik juga bila disertakan peta kota Medan atau gambaran kota Medan masa lalu, sehingga beberapa tempat yang jadi setting dalam buku ini dapat diikuti dan telusuri. Jujur saja, buku ini lebih dari sekadar memoar Daoed tentang Emak tapi juga mendeskripsikan Medan masa lalu.

Selain itu ada juga menyelipkan bahasa Medan yang beberapa diserap dari bahasa Belanda dan bahasa asing lainnya karena tidak bisa dipungkiri dari dulu hingga kini Medan dihuni oleh penduduk yang multietnis, sehingga mempengaruhi bahasa sehari-hari yang digunakan, seperti: ponten (Bahasa Belanda: Punten, sebuah angka yang lazim diberikan guru sebagai penghargaan atas prestasi muridnya) hal. 180. Ada juga kata ecek-ecek (Hal.130), Raun-raun (dari Bahasa Inggris: Round Round yang artinya berjalan-jalan atau berkeliling-keliling), Banyak cincong (banyak bicara), Pulut atau ketan. Dan masih banyak lagi.

Dan buat calon pembaca yang berekspektasi tinggi dengan judul, Emak: Penuntunku dai Kampung Darat sampai SORBONNE, kata Sorbonne nya di capslock hehe. Iya, jadi dalam buku ini tidak ada tips dan trik praktikal tentang bagaimana mendapatkan beasiswa kuliah ke Sorbonne, tapi saya pikir, perjalanan hidup dengan meletakkan nasihat orangtua khususnya Emak di alam bawah sadar serta berpegang teguh keyakinan kepada Allah itu tips dan trik praktikal yang membuat dunia bertekuk lutut di hadapan Daoed Joeseof alias semua impiannya terkabul, belum lagi rapalan doa-doa Emak yang senantiasa mengiringi anak-anaknya terlebih Daoed.

Keseluruhannya,Buku ini sangat saya rekomendasikan buat siapa saja, pendidik, orangtua, remaja, dewasa. Tak perlu menjadi rumit dengan pendidikan tinggi dan gelar yang berderet rapi di belakang nama kita. Buku yang ditulis Daoed Joesoef ini membuktikan itu semua. Gaya narasi dan deksripsi yang sederhana dan mengalir berhasil menghipnotis saya untuk membaca dan mengenal Emak Siti Jasiah lebih dekat.

 Selamat Membaca.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar