Sabtu, 30 Agustus 2014

Buku Buku dan Buku

Kalau ditanya, suka baca buku? Wuaaaa, suka, sukaaaaa banget. Nah, saking sukanya, terkadang lebih bisa mempertimbangkan buku apa yang mau dibeli daripada beli baju, tas atau sepatu hahaha, bahkan kalau dapat rezeki uang berlebih, langsung pikirannya, hmm…beli buku apa ya? Bukan beli baju apa ya? :D


Oleh karena itu, bila ke toko buku, saya tahu buku apa yang saya mau beli. Adapun hal yang saya pertimbangkan sebelum membeli buku.

Pertama, Manfaat Buku  

Kalau istilah Hernowo,AMBAK, apa manfaatnya bagiku. Pertimbangan sebelum membeli buku adalah bertanya pada buku itu :D apa manfaat kamu buat akuh?
 
apakah lagi dilombakan, dengan hadiah yang bikin ngiler? Apakah memang saya lagi perlu dengan pembahasan yang ditulis dibuku untuk keperluan bahan tulisan saya? Apakah kisah hidup di novel yang ditulis itu mirip dengan kisah hidup saya? #eaakk

Kedua, Harga Buku

Nah, setelah tahu manfaatnya, kemudian kita melihat dibalik buku itu, biasanya nempel di ujung kanan bawah, ya harganya pemirsa :D  kalau untuk buku yang dilombakan, saya gak lihat harga *ceileeh, gaya banget* tapi saya budget in uangnya, baru seminggu atau paling lama sebulan kemudian baru terbeli oleh saya hahaha, begitu juga dengan buku yang amat sangat saya impikan, terkadang saya foto dulu itu buku, sebelum tidur saya pandangin fotonya, sambill ngomong, ‘kamu akan segera jadi milik akuh, jadi sabar ya, jangan sold out dulu dari toko buku tetaplah di rak itu’ hihihihi

Ketiga, Selektif Dengan Buku Terjemahan

Khusus untuk buku terjemahan, saya cukup selektif, buku terjemahan yang gak pernah nyesel saya pinjam #eh , *soalnya kalau beli belum cukup uangnya untuk beli langsung per seri T_T jadinya pinjem ke teman atau ke perpustakaan hehehey* adalah karya J.K Rowling dan Dan Brown, terjemahannya keren *_* , makanya berpikir ulang kalau beli buku terjemahan, cari tahu, kemudian tanya teman yang sudah beli, atau minta direkomendasikan buku terjemahan apa yang keceh.

Sepertinya tiga hal itu saja yang saya pertimbangkan, gak terlalu ribet saya mah soal buku. Toh terkadang, saya masih punya 10 buku yang belum saya baca, kemudian sudah berambisi untuk beli buku yang lain, hahaha

Kekhilafan yang tak pernah saya sesali adalah, khilaf membeli buku, apalagi kalau diskon, waduh, itu saya mesti pergi membawa kawan, untuk mengendalikan kekhilafan saya. Karena, bagi saya, membeli buku tak pernah ada ruginya, kita bisa baca kapan saja, kemudian setelah selesai kita baca, kita bisa resensi ke media, bila berjodoh dengan koran tersebut, dan terbit, nah honornya bisa beli buku lagi, bahkan ada penerbit yang member feedback bagi pembaca yang meresensi buku mereka. Jadi, manfaat beli buku itu seperti gak ada habis-habisnya. Membeli dan Membaca buku bisa buat kita kaya, hati-hati, waspadalah! Kaya ilmu dan kaya honor serta buku Anda akan menumpuk, bertambah lagi dan lagi :D

Masalah Paling Krusial di Dunia Penerbitan Buku di Indonesia

Sebenarnya, perkembangan penerbitan buku di Indonesia beberapa tahun terakhhir cukup pesat, kenapa? Saya melihatnya dari toko buku yang sering saya kunjungi di daerah saya, hmm…bling bling mata saya melihat display buku baru. Senang melihatnya.

Namun, geliat itu masih menyimpan kendala ternyata, saya dan teman-teman dari FLP pernah mengunjungi salah satu kantor cabang sebuah penerbit di Medan, dari kunjungan tersebut, banyak fakta yang terkuak, tentu ini dari sudut pandang penerbitnya dulu,

Penerbit sering didesak penulis mengenai royalti, padahal penerbit sudah berusaha professional dengan melaporkan royalty 3 bulan sekali, ada atau tidak ada buku terjual, nah masalahnya, penulis sering meminta hak tanpa mengerti kendala dari penerbit sendiri, seperti penjualan buku yang belum terjual banyak. Intinya pengertian dari penulis. Kemudian kejamnya dunia perbukuan adalah ketika sudah masuk ke toko buku, bila tiga sampai enam bulan penjualan tidak menunjukkan tanda-tanda menggairahkan, buku tersebut langsung di retur dan menumpuk di gudang toko buku, untuk selanjutnya siap siap di diskon T_T. Nah,dalam hal ini penting sekali kerja sama penerbit dan penulis untuk sama-sama semangat marketing, penerbit mah gak usah ditanya, marketing sudah jadi target mereka, penulis semestinya begitu juga, semangat menjadi marketing buku sendiri. Content is a King, Promotion is a queen.

Begitu hasil silaturahim kami dengan penerbit di Medan, kawan-kawan yang mau menerbitkan buku, penting juga untuk mengetahui penerbit yang hendak dituju, kalau perlu berkenalan dengan pemimpin redaksi, atau editornya, dengan begitu sangat mudah mengetahui naskah seperti apa yang penerbit perlukan.

Kalau dari sudut pandang penulis, Alhamdulillah bila dapat penerbit yang professional dalam urusan laporan royalti, terkadang ada penerbit yang php-in penulis masalah laporan royalti, semoga lebih professional lagi dan penulis pun mestilah santun dalam mempertanyakan haknya, jadi sama-sama enak ;-).

Masalah yang krusial lagi adalah pembajakan buku, saya pernah dengar pernyataan seorang penulis mengenai bukunya yang dibajak, eh dia malah senang bukunya dibajak, itu berarti bukunya laku dan dengan pembajakan bisa tersebar lebih luas itu buku. Namun, saya kok resah sendiri ya, bukannya kejahatan bajak membajak karya ini malah mempengaruhi semua orang yang berada dibalik pengerjaan buku itu seperti editor, layouter, proofreader, distributor, dan lain lain, emang mereka gak dibayar?

Untuk pembajakan karya, mestilah IKAPI dalam hal ini bertindak serius, dan masyarakat haruslah cerdas, bahwa membeli buku sebaiknya yang original. Saya sempat juga membeli buku bajakan, jauh sebelum buku saya terbit (Gue Gak Cupu, GPU 2010) karena murah dan meski kualitas kertas dan kover parah yang penting masih bisa dibaca, hanya saja setelah saya punya buku, huwaaa…baru sadar, bagaimana perasaanmu bila bukumu dibajak, dan orang lebih memilih membeli bajakannya, nah kena deh gue hehehe, dan Alhamdulillah udah tobat.

Mengenai harga buku, Indonesia termasuk, negara yang harga bukunya melangit ngit ngit, apalagi kalau sudah sampai di toko buku, T_T toko buku terkadang ekstrim juga mematok harga jual buku, #glek

Semoga deh, ke depan dunia penerbitan buku di Indonesia menjadi lebih baik, aamiin oh ya, sinergi pemerintah juga amat sangat diharapkan, ayolah Pak Presiden, harga BBM aja bisa naik, royalti dan honor penulis di media juga dong Pak, hehehe, aamin semoga ya, penulis Indonesia makin sejahtera.

#Tulisan ini diikutsertakan pada Lomba Blog Pameran Buku Bandung 2014. Tema Keenam: Masalah Krusial di Dunia Penerbitan Indonesia

Jumat, 29 Agustus 2014

IKAPI: Tempat Kumpulnya Penerbit Se-Indonesia

-->
 
plus.google.com
Tak kenal maka tak cinta, tak cinta maka kenalan hehehe :D yang sudah kenal dengan IKAPI mana suaranyaaaaa? Ya, mungkin diantara kita sudah tahu atau malah sekadar tahu, sudah gitu aja. Nah, biar makin tahu, yuk kenalan dengan IKAPI lebih dalam lebih dalam dan lebih dalam.

IKAPI adalah singkatan dari Ikatan Penerbit Indonesia, satu-satunya wadah tempat bernaungnya penerbit di Indonesia sejak 64 tahun lalu tepatnya 17 Mei 1950 di Jakarta dan masih eksis sampai sekarang. Atas prakarsa dan kesepakatan beberapa penerbit, IKAPI berdiri, dilatarbelakangi betapa besarnya pengaruh penerbit asing, yakni Belanda menguasai aktifitas penerbitan di Indonesia, dan IKAPI ada untuk menggantikan posisi penerbit asing tersebut, selain itu juga, adanya IKAPI merupakan keinginan besar untuk jadi partner pemerintah dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas.

Adapun tokoh dibalik layar tegaknya bendera IKAPI ini adalah Sutan Takdir Alisjahbana, M. Jusuf Ahmad dan Nyonya A. Notosoetardjo.

Awal berdirinya IKAPI hanya beranggotakan 13 penerbit, Lima tahun kemudian, anggota IKAPI bertambah, menjadi 46 penerbit, yang mayoritas berlokasi di Pulau Jawa dan Sumatera. Bila flashback lagi perkembangan IKAPI ini, ternyata kota yang menjadi basis penerbitan di Indonesia ini bukan Jakarta, tetapi Medan *bangga saya jadi anak Medan :-B* . Sejak tahun 1952, Medan punya organisasi yang mengumpulkan penerbit dan pedagang buku local, namanya Gapim (Gabungan Penerbit Medan), anggotanya 40 penerbit dengan 24 diantaranya adalah pedagang buku. Mengetahui hal itu, IKAPI pun mengajak Gapim untuk bersatu. Pada September 1953, melalui kunjungan Ketua IKAPI ke Medan, Gapim akhirnya bersedia menyatukan diri dengan IKAPI, dan jadilah IKAPI Cabang Sumatera Utara pada Oktober 1953, anggotanya waktu itu 16 penerbit. *baru tau awaklah -_-“ helllooo oh em ji, kemana aja dakuww?*

Setahun setelahnya, 1954, tanggal 16-18 Maret, IKAPI mengadakan kongres pertamanya loooh, Hasil dari kongres ini, resmilah wilayah Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Barat dan Sumatra Utara sebagai cabang-cabang IKAPI, selain itu dalam kongres pertamanya, IKAPI meluncurkan majalah tentang dunia buku, nama majalahnya Suara Penerbit Nasional, namun sayangnya hanya bertahan sampai enam edisi. *hiks*

Sekarang seiring berdenyutnya jantung penerbitan Indonesia, pada tahun 2013 anggota IKAPI berjumlahkan 1.126 penerbit yang tersebar di seluruh Indonesia. Dan telah menambah dua cabang, yakni di Yogyakarta dan Jawa Barat, serta memiliki tiga kantor perwakilan di DI Aceh, Sumatra Selatan dan Bali.

Total 1.126 penerbit itu sebenarnya masih mengiris hati, karena setengah dari total anggota penerbit tersebut berdomisili di Pulau Jawa, selebihnya tersebar tak begitu merata, bahkan di Kepulauan Riau, Jambi, Kalimantan Selatan, dan Papua, anggota IKAPI hanya satu penerbit. Padahal, tiap tahun Indonesia menerbitkan sekitar 30.000 judul buku, WoW O_O berartikan masih banyak penerbit di Indonesia yang belum mendaftar ke IKAPI.

Nah, perkenalan terakhir dari IKAPI saya tutup dengan Visi dan Misi IKAPI, ini penting untuk diketahui, supaya, urusan buku, terbit menerbit bukan menjadi urusan IKAPI semata tapi sinergi dari semua pihak, setujuuu?

Visi IKAPI adalah menjadikan industri penerbitan buku di Indonesia mampu memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan dapat berkiprah di pasar internasional.

Sedangkan Misi IKAPI adalah ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa melalui upaya penciptaan iklilm perbukuan yang kondusif, pengembangan sistem perbukuan yang kompetitif, dan peningkatan profesionalisme asosiasi serta para anggotanya sehingga perbukuan nasional mampu berperan secara optimal demi mempercepat terbentuknya masyarakat demokratis terbuka dan bertanggungjawab.

Bagaimana? Sudah kenalkan dengan IKAPI? Nah, yang bercita-cita punya penerbitan, dari sekarang kenalan dengan IKAPI, gak pun punya penerbitan, paling tidak yang hobi menulis dan suatu saat bakal melahirkan buku, hmm…harus tahu juga IKAPI itu apa. Oke? Fix?
Info lanjut mengenai IKAPI, IKAPI ada di twitter @IKAPIPUSAT. Sekretariat IKAPI  berada di Gedung IKAPI, Jalan Kalipasir, No. 32, Cikini-Jakarta Pusat.

Peran IKAPI di Dunia Batu (Baca Tulis)

Nah, sebelum saya menyampaikan tentang peran IKAPI di dunia baca tulis, yuk kita sama-sama intip, di IKAPI itu bidang-bidangnya apa saja yaaaa…lagi-lagi kita jelajahi situs resmi IKAPI http://ikapi.org/about

Jadi, pengurus IKAPI itu diambil dari perwakilan para anggota penerbit, dan bidang-bidang yang menjadi concern adalah : Hak cipta, hubungan dan kerjasama Dalam Negeri dan Timur Tengah, Hubungan dan Kerja Sama Luar Negeri, Informasi, Promosi Buku, Pengembangan Minat Baca, Buku Pelajaran, Buku Umum dan Agama.

Adapun peran yang saya harapkan dari IKAPI adalah:

Pertama, Awasi Konten Buku Bacaan Anak

Belakangan ini dunia buku dihebohkan dengan konten porno yang halus sekali memasuki ranah bacaan buku anak, tidak hanya itu, buku pelajaran pun kita kecolongan, ada apa ini? Sepertinya visi mencerdaskan masyarakat Indonesia mesti digigit kuat-kuat di geraham penerbit yang ada di Indonesia.

Kedua, Tingkatkan Terjemahan Buku Karya Anak Indonesia untuk Konsumsi Masyarakat Internasional

Jiaaahahah, kepanjangan poin nomor dua hehehey, tapi paham ya maksud saya? Selama ini Indonesia kebanjiran buku impor yang kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Nah, yang jadi pemikiran saya adalah, kenapa Indonesia gak buat yang demikian? Dan masih baru beberapa karya saja, seperti Andrea Hirata, A. Fuadi, Helvy Tiana Rosa, yang diterjemahkan, adapaun diterjemahkan masih untuk konsumsi negera tetangga kita, yookk saatnya karya anak bangsa go international.

Ketiga,  Sinergi dengan Guru di Indonesia untuk Meningkatkan Minat Baca

Minat baca, dipupuk sejak dini, bukan sejak ia menginjak bangku kuliah. Saya heran, di Negara maju, mengapa mereka bisa menerapkan program membaca buku pada anak didiknya. Dalam setahun diwajibkan membaca sekian puluh buku baru bisa lulus sekolah. Nah, kenapa IKAPI tidak bersinergi dengan para guru untuk menerapkan program seperti itu, paling tidak yang dibaca adalah karya sastra lama, tentunya dibaca oleh siswa yang kemampuan membacanya sudah mumpuni, seperti dimulai dari kelas 4-6 SD, lalu SMP, SMA dan Perguruang Tinggi.

Dan seandainya jika saya jadi pengurus IKAPI, *ngebayanginnya udah kayak mau mencalonkan presiden aja, hihih* #benerin kacamata

Saya akan menjadi pengurus yang lebih down to earth, artinya IKAPI tidak bisa fightsendiri, ada banyak masyarakat berlian di pelosok Indonesia yang punya visi sama dengan IKAPI mencerdaskan masyarakat Indonesia, ada yang membangun taman baca, sanggar anak jalanan, dan gerakan sosial lainnya yang tidak jauh-jauh dari dunia baca tulis. 

Nah, masyarakat yang peduli ini yang kita rangkul, jadikan partner agar program IKAPI menyebar. Selama ini, pengurus IKAPI hanya bergerak dari satu workshop ke workshop di gedung mewah, dari satu seminar ke seminar yang lain. Lihat kebutuhan baca anak Indonesia, sebagian besar masih mengandalkan buku warisan saudaranya, padahal jika penerbit seluruh Indonesia mau bersatu, mungkin kebutuhan buku untuk anak-anak dan masyarakat yang tidak mampu beli buku bisa terpenuhi,

Ah, betapa bercahayanya Indonesia, jika masyarakatnya sudah haus ilmu, baca buku menjadi suatu gaya hidup dan kebutuhan. Keren kali lah *_* 

#Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Pameran Buku Bandung 2014 . Tema Kelima : IKAPI 

Kamis, 28 Agustus 2014

Antara Gadget, Konten dan Kamu

Hihihi judulnya genit banget yak :D *abaikan* yang jelas sebelum kita melangkah lebih jauh, kita kenala dulu yuk, apa yang dimaksud gadget dan konten, kalau ‘kamu’ kita bahas setelah pesan-pesan berikut yak *kedip mata*.

Setelah obrak abrik Wikipedia.com, Gadget adalah istilah dalam Bahasa Inggris untuk menyebutkan Gawai *jadi, yang lebih ramah di telinga kita selama ini istilah Bahasa Inggrisnya, bukan sebutan dalam Bahasa Indonesianya -_-“* adalah alat yang bertujuan praktis, dan secara khusus dirancang lebih canggih dibanding teknologi yang diciptakan sebelumnya.
Misalnya, dulu kita hanya mengenal komputer, ya komputer, nah sekarang sudah ada alat yang lebih canggih lagi, gawainya komputer saat ini ada laptop/notebook/notebook berkembang lagi ada tablet wow O_O
Nah, apalagi contohnya? … ya kamu benar, dulu saya nanya PR itu dari telepon rumah milik nenek saya, dan sekarang, kita sudah bisa nanya tugas kuliah dari gawainya telepon rumah yaitu, telepon seluler.
Yup, sampai sini, cerita kita masih lanjutkan? … hihihi *apaan coba?*
Bicara tentang konten, kata konten juga berasal dari Bahasa Inggris, content, artinya informasi  yang tersedia melalui media atau produk elektronik. Jadi bisa dibilang keseharian kita dikelilingi oleh konten, konten dan konten, tergantung kita mau menyerap yang mana, karena tidak semua konten itu positif dan berakhir baik di otak kita. Adapun fakta-fakta tentang konten, bisa dibaca pada postingan tulisan saya disini .
Masih tentang konten, tahun 1996, Bill Gates pernah bilang begini, Content is a King. Konten adalah raja. Pernah juga dalam seminarnya Ali Akbar seorang pakar SEO mengatakan, orang sukses adalah orang yang menguasai konten.
Di Big Data Era saat ini, hampir semua orang perlu konten, sudah kayak udara, gak melirik konten sehari aja, hmm…dijamin dah bakal jadi Flintstone atau PKI (Pemuda Kurang Informasi) hehehe.
Lalu kalau sudah mengetahui kenyataan apa itu Gadget dan Konten, terus kamu pilih apa? Gadget atau konten, atau…atau ? :D
Kalau saya, saya pilih keduanya, mereka sudah tidak bisa dipisahkan dari hidup saya, #eaaak
Sebenarnya kalau gak ada gadget juga gak apa, masih ada televisi, radio dan Koran. Pun kalau ditanya sekarang, saya ternyata perlu gadget apalagi setelah merasakan manfaatnya. 
gadget tercanggih pertama yang pernah saya punya pada tahun 2010 dan ia wafat pada 2014 T_T dan langsung diganti dengan Android dari pabrik yang sama pula. Allah tahu apa yang paling kita perlukan dan pada saat yang tepat pula, dan hadiah dari lomba menulis. Subhanallah *_*

 Hobi saya dan profesi saya terkadang bergantung pada seiring perkembangannya teknologi,  yakni, full time housewife *meski baru 2 bulan, ehm pengantin baruuu* saya perlu gadget untuk search resep masakan :D dan hobi menulis saya juga perlu gadget sehingga tak harus buka tutup netbuk, e-mail sudah bisa dari tarian jari jemari saya di touchscreen :D selain itu berkoordinasi dengan teman-teman FLP juga lebih mudah, hemat pulsa pula, dan sebagai istri yang suka kangen tiba-tiba, saya bisa bersosmed ria dengan pangeran saya bila sedang berjauhan *empiwiiiitttt* 


Kalau konten mah gak usah ditanya lagi, mulai dari tutup dan buka mata saya mengakhiri dan mengawalinya dengan konten, artinya untuk kebutuhan otak saya, kebutuhan informasi, bahagia aja gitu jadi orang pertama yang mengetahui informasi ter-update dan bermanfaat, serta saya alergi gossip artis, ya gak alergi-alergi amat sih, kadang penasaran juga pengen tahu tentang kabar artis favorit *paling pintar deh ngeles :P* Oh ya, saya juga suka berburu give away, lomba-lomba menulis, dan ketinggalan sekian hari aja, apalagi kalau info lomba, hmm, bisa sesak napas buat ngejar deadline, atau bakal nangis bombay gara-gara ketinggalan info padahal hadiahnya bikin ngiler. Hmm…kalau itu, entahlah, payah bilang saya.
Tips Pilih dan Beli Gagdet
Untuk gadget, saya tidak punya tips khusus, karena saya jarang beli gadget, kalau pun beli itu karena amat sangat perlu sehingga bela-belain beli, seperti bluser (nama netbuk saya), menulis kalau masih mengandalkan harus bolak-balik rental komputer itu ibarat pergi ke Berastagi naik odong-odong, nyampe memang ke Berastagi, tapi lamaa, berat diongkos juga T_T tapi sekarang, sejak … *udah kayak testimony apaa gitu yak an? :D*
Intinya, belilah gadget sesuai keperluan. Kalau gadget hp, saya paling rajin ngumpulin brosur doang dan ditempel didinding, hihihi *serius* gadget Andoid saya adalah hasil tempelan dinding. Dan Alhamdulillah, fungsinya luarbiasa. Oh ya, pastikan ada nilai tambah dari gadget yang Anda miliki, artinya, itu gadget gak dijadikan sebagai alat buat gaya-gayaan *hush hush sanaaaahhh, semoga dijauhkan dari niat begitu T_T ya Allah* tapi mikirnya gimana gadget itu bisa menghasilkan pundi pundi uang, entah itu usaha online shop, jualan pulsa, dan masih banyak lagi peluang usaha hanya dari hp genggam kita aja loooh *_*
Selain itu sekarang ada istilah bundling, saya gak ngerti istilah ini, sumpah T_T akhirnya saya googling lagi hehehe maklumlah #cupu :D
Dan barulah mengerti bahwa istilah bundling berdasarkan penjelasan dari blog Mbak Novi.  
Jadi, bundling merupakan strategi, bukan strategi perang loh ya, tapi beda tipis lah, strategi perang menaklukkan pasar *mau bilang strategi marketing aja susah amat :D* yang menjual dua produk dalam satu paket, daaan harganya lebih murah
Strategi ini awalnya dipakai ketika melihat suhu penjualan ponsel CDMA yang melemah di pasaran alias gak laku, nah sejak pakai strategi bundling dalam hal ini vendor hp dan provider hp sepakat untuk bersatu, dan see what? Konsumen tumpah ruah, membeli hp yang memakai paket bundling. Seperti simbiosis mutualisme ya kan? Sekarang beli hp produksi chinasudah sepaket dengan kartu, dengan begitu, penjualan kartu juga meningkat.
Sekarang, selain bundlingproduk, gadget masa kini juga bundling aplikasi, jadi lebih mengedepankan layanan data. Waktu Android saya tiba, aplikasi lengkap semua hehehey, saya hanya tinggal men-download beberapa saja dari google playstore, seperti aplikasi docs to go, applikasi ini sangat membantu saya dalam menulis, dimana pun kapanpun, tidak perlu bergantung netbuk lagi :D, lalu applikasi Photo Editor, saya suka fotograpi, Photo Editor berfungsi untuk mengedit foto sehingga bisa langsung uploaddi Instagram, terkadang membantu juga saat ikutan kontes foto hihihi, kemudian applikasi Al Qur’an Android, untuk beberapa kesempatan saya akan menggunakan applikasi ini, walau sebenarnya lebih nyaman itu baca Al Qur’an terjemahan secara fisik, lebih afdhol aja rasanya, baca Al Qur’an sambil terkadang merenungi terjemahannya, kalau baca Al Qur’an di Android apalagi untuk mengejar target One Day One Juz, saya seperti dikejar target laporan kepada manusia bukan pada Allah T_T sehingga terburu-buru, dan sekarang lebih menetralkan hati dan memperbaiki niat bahwa ikutan ODOJ karena Allah Ta’ala, membaca Al Qur’an karena memang itulah obat hati, setiap hari dan surat cinta dari Allah juga kan *_*.
Untuk Al Qur’an, selain Al Qur’an Android saya juga download Al Qur’an yang ada terjemahannya. Hmm, ada gak ya applikasi yang mirip kayak e-book gitu, jadi Al Qur’an di lembaran sebelahnya adalah terjemahan Al Qur’annya. Eh kan ada Syaamil Tabz hehehe, semoga ada rezeki untuk membelinya, aamiin *_*
 
Lalu beberapa akun social yang saya download lagi dari google playstore,seperti akun goodreads, baca buku lalu progrees nya kita update di sosmed yang connected dengannya, itu menyenangkan sekali, saya membaca dan juga turut mengajak orang lain baca bahkan secara gak langsung saya juga promosi buku yang saya baca, wuidih double manfaatnya,
Dari tadi aplikasi kaku semua yak hihihi, iyaaa…saya gak suka games T_T penyakit saya kalau sudah main games, saya gak bisa berhenti, penasaran hingga level terakhir, dan akhirnya pun saya gak menulis juga, kelindes deadline, terus tugas-tugas rumah terbengkalai, huahahaha kalau sudah begini, saya gak mau itu terjadi, tapi bukan berarti di gadget saya gak ada games, ada dong huahahaha, namanya games Tebak Gambar :D dan saya baru sampai level 5 -_-“ itu pun dimainkan bersama pangeran saya, saya suka gak tau jawabannya. Hahaha.
So, terserah mau gadget yang bundling atau non bundling, kembali kepada kenyamanan kita selaku pengguna, namun apapun itu, jangan mau diperbudak teknologi, tetap kita yang menguasai dan mengendalikannya, lagi-lagi lihat kebutuhan kita.
Semangat ber-gadget dan berburu konten! \(^0^)/


#Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Pameran Buku Bandung 2014. Tema Keempat: Gadget dan Konten