Jumat, 27 Desember 2013

Saat Aroma Kopimu Menjauh


Judul Buku             : The Coffee Memory
Penulis                     : Riawani Elyta
Cetakan                    : Maret, 2013
Penerbit                   : Bentang Pustaka
Halaman                 : 226 Halaman



https://www.goodreads.com/book/show/17620636-the-coffee-memory
             Apa yang dilakukan kenangan terkadang tidak melihat situasi, ia bisa datang begitu saja lalu menarik kita untuk hidup bersama di dalamnya, kadang ia bisa pergi agar kita dengan leluasa menata masa depan. Dan pilihan terakhir yang dipilih Dania.
            Kecelakaan mobil yang Dania alami beserta Andro, suaminya, mendadak membuat hidup Dania tak sama lagi,  Andro meninggal.  Dania pun menjalani hari-hari tanpa Andro dengan mengenang segala hal tentang Andro. Andro sang barista hebat, racikan kopinya tak ada yang bisa menandingi, pun kini perlahan-lahan aroma kopi racikan Andro menjauh.
Namun, suatu pagi, seketika Dania bangkit dari tidur, Sultan, anak semata wayangnya mengantarkan segelas kopi yang aromanya mengingatkan ia pada suaminya. Ternyata, Mama Dania yang membuatkan, dengan cara itu akhirnya sang Mama bisa menegur Dania untuk bangkit dan meneruskan usaha kafe kopi sepeninggal Andro, Katjoe Manis. 
http://sydneyvsmelbourne.wordpress.com/category/coffee/
            Cukup sulit bagi Dania untuk memulai meneruskan usaha kafe kopi suaminya, karena untuk masalah manajemen, Dania tak pernah berurusan tapi sekarang, Dania-lah decision maker alias bos di Katjoe Manis. Meski tertatih, dengan bantuan Ratih, pegawainya, Katjoe Manis berdenyut kembali. Dania mengawalinya dengan membuka lowongan untuk barista, pengganti Andro,  di Katjoe Manis. Dari sekian banyak pelamar, Dania menjatuhkan pilihan pada Barry. Barry adalah sosok barista misterius, keputusannya melamar di Katjoe Manis setelah mapan menjadi barista di sebuah coffee shop ternama membuat Dania penasaran. 
http://www.dgupost.com/news/articleView.html?idxno=42
             Selain Barry yang membuat Dania penasaran, ternyata membangun usaha kafe kopi susah-susah gampang, Dania harus menghadapi tawaran menggiurkan dari abang iparnya, belum lagi pertumbuhan pesat dari kafe kopi itu sendiri di Batam yang membuat Katjoe Manis terancam tutup, apalagi sejak ia tahu Pram, sahabat kentalnya di SMA juga mendirikan usaha kafe kopi di lokasi yang sama. Konflik demi konflik dalam membangun bisnis ini terus dilalui Dania, hingga siapa yang sangka, malam itu, gedung Katjoe Manis terbakar, disusul Sultan, jantung hatinya, menderita Demam Berdarah. Menghadapi itu semua, mampukah Dania bertahan? Siapa Barry sebenarnya? Haruskah Dania menerima cinta Pram dan tawaran bisnis lain yang lebih menggiurkan oleh abang iparnya?

Novel dengan Aroma Kopi dan Rasa Bisnis yang Kental

http://bloomingedelweiss.blogspot.com/2010/05/kisah-sebutir-biji-kopi.html
Kopi, adalah tanaman yang bijinya sedang naik pamor saat ini, terbukti dari banyaknya usaha kedai kopi, kafe kopi yang berdiri bak cendawan di musim hujan, termasuk dalam karya sastra pun kopi tetap menarik di angkat sebagai objek cerita. Diantaranya Dee atau Dewi Lestari, dengan buku kumpulan cerpennya berjudul Filosofi kopi dan sekarang dalam kemasan What’s your Flavour? Penerbit Bentang Pustaka mengangkat tema kopi untuk dijadikan bahan cerita dan mengalirlah kisah The Coffee Memory dari tangan dingin seorang Riawani Elyta. 
http://blog.seattletimes.nwsource.com/coffee/2009/12/
 Di dalam Filosofi Kopi,  Dee dalam sekali menguak makna yang terpendam dalam tiap seduhan dan tegukan kopi dari kisah Ben yang maniak kopi, sedangkan dalam kisah  Dania dengan Katjoe Manis-nya dalam The Coffee Memory, selain menawarkan sensasi kopi yang mengalir ke tenggorokan, tapi juga bagaimana seorang freak kopi terlibat di dalam proses penyajian kopi berkualitas tinggi di sebuah kafe atau kedai kopi, dan itu baru namanya pecinta kopi dan tidak sekadar penikmat kopi. Jadi The Coffee Memory  melengkapi Filosofi Kopi.
Buat Anda yang selama ini baru sampai pada taraf penikmat kopi dan sudah lama ingin membuka usaha kedai kopi, novel yang kovernya bertaburan biji kopi ini bisa dijadikan alternatif untuk menambah wawasan Anda sebelum menggeluti usaha tersebut. Lika liku perjalanan Dania dalam membangun Katjoe Manis cukup inspiratif. Quote-quote disetiap awal pembukaan bab, berisi tips-tips keren tentang bagaimana seharusnya membuka dan menjalankan bisnis coffee shop. Berbisnis tidak harus menjadikan seseorang tunduk patuh pada kebiasaan, kecenderungan, dan teori yang berlaku umum. (Hal. 63)
Namun, sepertinya ada yang keliru dengan penulisan nama Katjoe Manis, menurut ejaan lama ‘tj’ adalah c, berarti Katjoe Manis dibaca Kacu Manis, padahal berdasarkan penjelasan pengarang tentang latar belakang penamaan kafe kopi tersebut adalah saat  Andro mendapati Dania menghirup aroma kayu manis (hal. 28) dan jadilah kafe tersebut dinamakan Katjoe Manis, dan penulisan seharusnya pun jika ingin mengambil ejaan lama biar kental rasa retronya menjadi Kajoe Manis.
            Meskipun begitu, novel ini layak dibaca dan dikoleksi, sangat inspiratif sekali untuk yang hendak menambah pengetahuan tentang kopi dan untuk yang berkecimpung di usaha coffee shop. Selamat Membaca, Selamat Menyeduh dan Menikmati Kopi Terbaik Anda, serta Selamat Berbisnis Coffee Shop.  
http://www.lovefood.com/journal/features/12254/become-the-perfect-home-barista
#Tulisan ini diikut sertakan dalam Lomba Review Novel Love Flavour? Series oleh Bentang Pustaka DL: 30 Des 2013


Rabu, 25 Desember 2013

Rangkuman Talkshow Hari Ibu Bersama Sinta Yudisia

--> 
FLPers with Mbak Sinta (dok. pribadi)
Hafizh Ibrahim dalam syair-nya, seorang ibu adalah sekolah, apabila engkau persiapkan dengan baik berarti engkau telah mempersiapkan sebuah generasi yang harum. Lalu ketika seorang Napoleon Bonaparte ditanya, ‘Benteng manakah di Prancis yang paling kuat?’. Napoleon menjawab, ‘Para Ibu yang baik’.
http://www.biography.com/people/napoleon-9420291
Itulah sekelumit kalimat pembuka tentang Ibu bagi beberapa tokoh besar dunia. Nah, di Indonesia, setiap tahunnya ada tanggal khusus yang ditetapkan sebagai Hari Ibu Nasional, terkait dengan tanggal tersebut banyak lembaga atau institusi yang mengadakan acara, entah itu berupa lomba masak, ritual membasuh kaki ibu atau juga Talkshow di kampus-kampus.
 Seperti halnya Universitas Muslim Nusantara pada tanggal 22 Desember 2013 lalu sukses mengadakan Talkshow Hari Ibu dengan mengundang Anwar Sadat (perwakilan Rektor UMN) dan Sinta Yudisia ( Seorang Ibu Rumah Tangga, Penulis Nasional dan juga Calon Psikolog Handal serta Ketua Umum FLP Pusat)
Acara berlangsung lancar dan ramai, ramai peserta perempuan maksudnya hehe, meskipun pagi kota Medan sempat diguyur hujan, namun tak menyurutkan langkah untuk hadir menjemput ilmu #asseeekk
Langsung saja ke TKP, :D yang paling ditunggu adalah saat Sinta Yudisia in action, berikut beberapa poin penjelasan seputar Hari Ibu ^_^
>>> Ternyata sejarah dibalik penetapan Hari Ibu Nasional dilatarbelakangi dari istri Bung Karno, Dewi Sartika yang hendak membangun sekolah istri. Dewi Sartika merasa, untuk jadi istri ternyata gak mudah, benar-benar learning by doing, nah dengan adanya sekolah istri, setiap istri diharapkan bisa berdikari J
>>> info lain lagi yang daku dapat adalah, aku baru tahu kalau telinga adalah indra yang pertama kali diciptakan Allah sejak anak di dalam kandungan, itu sebab, kalimat tauhid diperdengarkan.
>>> Di sela-sela penyampaian, Mbak Sinta menuturkan cerita bahwa, ia punya teman yang telah berkeluarga dan memiliki satu anak, keluarga tersebut menanamkan aqidah anaknya sejak dini sekali, anak mereka laki-laki, dan memang sejak sebelum melahirkan sang suami memang rajin ke masjid, saat anak mereka berusia dua tahun, mereka sepakat untuk rutin membawa sang anak ke masjid meski awalnya direspon dengan teriakan, jeritan, dan tangisan, tapi lambat laun malah anaknya sendiri yang ketagihan untuk sholat berjama’ah di masjid :D Subhanallah
>>> lalu ada penjelasan tentang poin bahwa ada saat seorang ibu menjadi decision maker dan contributor dalam keluarganya. Artinya, suami tetap imam sang istri dalam hal agama dan beberapa hal lainnya, tapi istri bisa menjadi decision maker bagi suami yang butuh arahan tentang suatu permasalahan, dengan begitu suami tidak merasa direndahkan marwahnya, tetap ada sopan santun, disinilah seni komunikasi antar pasangan dipergunakan.
>>> Sebelum ke point ibu adalah decision maker, ada poin yang menjelaskan tentang Westernisasi vs Modernisasi. Banyak peserta yang ditanya arti modern itu apa, dan rata-rata jawabannya pragmatis sekali T,,T apa mahasiswa sekarang sepragmatis itu ya? :O saat kemodernan seseorang diukur dari merek dan tipe HP serta ada tidaknya orang memiliki HP di zaman sekarang. ‘Jadi, Rasulullah bukanlah orang yang modern lah ya?’ celetuk Mbak Sinta membuka pikiran peserta. Yang perlu dipahamkan adalah pengertian dari modern itu, modernisasi adalah melakukan pekerjaan dengan efektif dan efisien. It’s simple, right? Kalau sekarang gak menerapkan makna dari modernisasi itu, alamatlah kita akan tergerus waktu, karena hampir semua produk westernisasi itu memiliki misi agar kita menyia-nyiakan waktu yang ada :O naudzubillahi min dzalik
>>> Dan terakhir adaah pernyataan yang cukup Jleb! :D  apa standar sukses orangtua dalam mendidik anak? Hayooo apa? Dan standar suksesnya adalah saat anak komitmen untuk taat dan patuh pada Allah dan Rasul Nya, standar yang amat sangat tinggi dan beban pertanggungjawabannya cukup berat apalagi di zaman sekarang ini. Yuk, jadi ibu dan ayah yang tangguh ^_^
Kalau dari penyampaian Bapak Anwar Sadat sendiri tak kalah berbobot dan ceria juga bersebab banyak joke segar yang mengalir dari lisan si bapak untuk mencairkan suasana, inti dari  sesi Bapak Anwar Sadat adalah, porsi ayah dan ibu adalah sama, tak beda, ibarat mau belah kelapa dengan belah apel, parang dan pisau, sama-sama berfungsi membelah, tapi mana yang lebih cocok? Kelapa dibelah dengan parang, apel dibelah dengan pisau. Nah begitu pula kedudukan ayah dan ibu dalam keluarga bagi anak-anaknya.
Wallahu’alam, Semoga Bermanfaat. Selamat Hari Ibu! ^_^
http://blog.littlepicklepress.com/2012/05/happy-mothers-day.html


Senin, 23 Desember 2013

Menikmati Secangkir Moka dalam Kisah Muara


Judul Buku              : The Mocha Eyes
Penulis                      : Aida M.A
Cetakan                     : Mei, 2013
Penerbit                    : Bentang Pustaka
Halaman                   : 245


Bila orang meremehkan, menghina, memojokkan, maka cara paling elegan, terhormat, dan bermartabat adalah bukan dengan mencaci makinya, bukan dengan mencakar mukanya, bukan dengan mengumpat dan menuding-nuding batang hidungnya. Semua itu justru menjatuhkan martabat diri sendiri. Balas orang yang meremehkanmu dengan berprestasi dua kali lebih baik. Karena itu kau harus bekerja dua kali lebih keras’
(Amy Chua, penulis buku Battle Hyme of Tiger Mother)
http://bentangpustaka.com/the-mocha-eyes/
             Tidak mudah menjalani hidup sebagai seorang Muara. Awalnya kehidupan yang ia jalani sempurna, menikmati masa kuliah dengan penuh semangat menuntut ilmu dan keceriaan akan berkumpul dengan teman-teman. Di tengah perjalanan, siapa sangka dia dihadapkan pada situasi sulit dan mengubah hidupnya, praktis 3600, ya ia mengalami pelecahan seksual yang dilakukan teman sekelas di kampusnya. Semenjak itu kehidupan tak lagi sama.
            Muara pun memilih menjalani hidup layaknya kopi pahit nan kental. Muara menjadi seorang yang anti sosial, pendiam, pemilihan warna pakaian pun hitam, menjadi perokok sejati,  penderita insomnia akut. Meskipun begitu, Damar adalah pria pertama yang berhasil menaklukkan hatinya. Tapi, Muara tetaplah si kopi pahit, sikapnya menjadi penghalang terbesar Damar untuk bisa memahami Muara sepenuhnya, hingga Damar memilih hengkang dari hati Muara dan menyambut cinta lain. Muara terluka, lagi. Kopi hidupnya makin kental.
            Semalang-malangnya Muara, ternyata ia masih dikarunia ibu kandung yang luar biasa, sejak kematian ayahnya bersebab syok mendapati anak gadisnya diperkosa, ibu Muara menjadi satu-satunya orang yang memahami Muara. Banyak kalimat bijak yang mengalir dari mulut ibu Muara,
“Perasaan manusia itu seperti cangkir, setiap saat diisi dengan berbagai macam hal. Kamu tidak akan merasakan bahagia jika kamu membiarkan cangkirmu diisi penuh dengan sesuatu yang rasanya pahit. Rasa cangkirmu itu berdasarkan apa yang kamu pilih!” – Ibu Muara – Hlm. 77
Menjadi normal adalah hal tersulit bagi Muara, bila tidak karena dorongan sang ibu, maka kamar adalah tempat ternyaman di dunia pekatnya Muara. Lepas mengakhiri pekerjaan sebagai kasir minimarket , Muara pun mencoba bekerja di sebuah restoran cepat saji, konflik pun makin terasa di bab ini. Muara perlahan mulai bersinar. Apalagi sejak perjumpaannya dengan Fariz—seorang konsultan pengembangan diri di program pelatihan bagi pegawai terpilih di resto fast food tempat Muara kerja,
Sosok Fariz seperti secangkir coklat, manis dan lembut, serta menenangkan, , ia pun  tak mengalami kesulitan berarti dalam memahami Muara hingga akhirnya tawaran segelas Moka dari Fariz mampu membuat Muara membuka hati lagi. Muara perlahan mengubah rasa hidupnya, menjadi Moka. Seperti apakah hidup seorang Muara setelah meneguk Moka pemberian Fariz?  Baca deh kelanjutan ceritanya ^_^

The Mocha Eyes, Bukan Novel Roman Biasa
The Mocha Eyes, sebuah novel keren dengan desain Coveryang  kece *_* berasa di cafĂ© gitu :D setelah terpukau dengan cover, saya terpukau lagi dengan font dalam novel ini, wuaaa…berpeluang menambah minus di mata saya hehehe, mungkin karena porsi halamannya yang banyak, sehingga dengan fontdan spasi yang minimalis diharapkan tidak mengurangi halaman dan jalan cerita tetap lancar jaya, tapi semoga ada edisi revisi yah, dengan pemilihan font yang ramah mata :D
Dari pembahasan cover, kita lanjut ke pembahasan isi novel, setelah membaca review dari pembaca novel ini sebelum-sebelumnya, saya setuju, bahwa novel ini adalah semi novel pembangun jiwa.
            Kisah hidup Muara, tak banyak diangkat padahal mungkin kenyataan yang ada saat ini, adalah banyak Muara di luar sana yang tertatih-tatih menjalani hidup dengan kondisi membawa beban trauma masa lalu yang sangat. Maka, keberadaan novel dengan tema sentral yang mengangkat kisah korban pelecehan seksual adalah solusi bagi mereka yang bernasib sama seperti Muara, atau bisa jadi dalam hal lain, semisal patah hati.
Sekilas patah hati adalah hal sepele buat sebagian orang, atau tepatnya sebagian pria, tapi adalah hal yang luar biasa menyakitkan bagi para wanita, nah kisah Muara dalam menjalani dan mengatasi kepedihan masa lalunya bisa dijadikan bahan menambah cara pandang dalam memaknai kondisi hati.
Karakter Muara sendiri mengingatkan saya dengan karakter Song Yi Kyung dalam Drama Korea, 49 Days. Bedanya Song Yi Kyung berubah menjadi seorang yang antisosial dan demotivasi karena kematian kekasihnya, dan hidupnya benar-benar dijalani dengan tidur, makan, bekerja, kalau pun ada pilihan adalah ia lebih memilih mati. T,,T 
Karakter Fariz pun cukup mendukung, ahli hipnoterapi ^_^ dan penulis cukup menguasainya karena suami dari Kak Aida MA adalah ahli hipnoterapi. #Ehm :D 


http://www.screened.com/49-days/17-32130/all-images/132-2507299/49_days_poster5/131-480912/
            Sebenarnya juga yang buat novel ini serasa novel pembangun jiwa adalah karakter Ibu Muara. Menurut saya, Ibu Muara adalah titisan Konfusius seorang filsuf dari Cina :D beruntung Muara dikaruniai Ibu seperti itu, ibu mana yang hari ini sanggup menghadapi anak gadis yang korban pelecehan seksual? Sulit, sudah pasti, tapi menyerah bukan sebuah jalan keluar. Maka, dari novel ini juga, direkomendasikan banget untuk para orangtua yang mungkin saat ini sedang menghadapi masalah serupa Muara.
            Overall, The Mocha Eyes, ;) pas banget buat yang lagi galau dan patah hati, bekal buat move up and dust off ya baca novel ini, belum lagi terselip teori hypnotherapy, salahsatunya ada di halaman 170, tapi agak bingung tentang membayangkan telunjuk tangan kanan lebih panjang dari telunjuk tangan kiri.
            “Sambil memejamkan mata, sekarang coba kamu bayangkan, jari telunjuk tangan kananmu lebih panjang dari telunjuk tangan kirimu. Coba bayangkan pelan-pelan telunjuk tangan kiri (seharusnya ditulis ‘kanan’) itu memanjang
            Aku mengikuti perintahnya. Sambil memejamkan mata, aku membayangkan telunjuk tangan kananku lebih panjang dari telunjuk tangan kiriku.
            Terlepas dari sedikit kekurangan tersebut, novel ini high recommended ^_^. Ah, akan makin lengkap membaca The Mocha Eyes, sambil ditemani secangkir hangat atau dingin minuman Moka \(^0^)/. Saya sudah buktikan.  Selamat Membaca.
julesmariano.com