Kamis, 06 Januari 2011

Menikah itu Pasti Bahagia: Is It Just A Fairy Tale?


Oleh: Zee Shabrina

Banyak teman-temanku yang takut menikah, lantaran mereka takut dengan pengalaman menikah orang-orang terdekat mereka yang jauh dari harmonis bahkan banyak yang bercerai. Menikah memang penuh riak, penuh liku, manis, asam bahkan pahit. Tapi itu bukan alasan untuk takut.


Kalimat diatas adalah status fesbuk yang ditulis temanku beberapa waktu yang lalu. Dan aku merasa kalimat ini pas sekali menggambarkan suasana hatiku saat ini. Dalam beberapa hari terakhir aku dipertemukan dengan kisah-kisah miris di dalam pernikahan.

Sebut saja dia Kak Ica, dia adalah cucu nenek yang ada di Jakarta. Aku mendengar ceritanya yang mendapat jodoh di Medan dan akan segera menikah dengan pria itu. Kakakku ini adalah janda yang masih perawan. Tujuh tahun lalu dia pernah menikah, namun pernikahan hasil perjodohan orangtuanya itu hanya bertahan sebulan saja. Penyebabnya adalah sang suami yang hobi selingkuh. Diketahui setelah ia menikah bahwa sang suami masih menjalin hubungan dengan kekasihnya yang ada di Bali. Sontak saja kakakku ini minta cerai, pasalnya hobi sang suami tidak bisa diperbaiki. Cintanya terlalu berat pada perempuan kekasih gelapnya itu. Tujuh tahun adalah waktu yang cukup lama untuk menyembuhkan luka parah itu dan berpikir sejuta kali untuk menikah lagi.

Ketika jodoh itu datang lagi, tapi kali ini kakakku yang memutuskan pasangan hidupnya sendiri. Betapa berbinarnya sorot matanya saat kami duduk di teras seminggu sebelum pernikahan. Dia menasihatiku agar benar-benar memilih pasangan hidup “Jangan mau seperti kakak ya!”.

Pernikahan pun digelar. Mereka menikah di luar kota Medan tepatnya di Tanjung Balai. Aku tidak bisa menghadiri pernikahannya karena ada kuliah wajib di hari Sabtu yang cerah ceria waktu itu.

Sebulan…sebulan setengah…pernikahan kakakku mulai dilanda prahara. Berulangkali dia datang ke tempat nenek dengan alasan untuk menenangkan diri. Kakakku tinggal di Medan setelah ia menikah jadi tidak sulit untuk pulang pergi ke rumah nenek. Lagipula tempat mengadu satu-satunya ya nenekku, keluarga besar kakakku ada di Jakarta semuanya.

Klimaksnya, kakakku hengkang dari rumah suaminya dengan membawa seluruh pakaian dan harta bendanya ke rumah nenekku. Dia benar-benar sakit hati dengan suaminya, ternyata sang suami menikahinya karena tergiur dengan harta kakakku. Beberapa kali si suami memohon meminjam uang padanya dengan alasan untuk menambah modal usaha baju-baju impor bekas—suami kakaku pengusaha yang membuka jasa menjual baju-baju impor bekas atau yang dikenal dengan MonZa, Mongonsidi Plaza di Petisah. Bukan itu saja, sang suami tidak cukup dengan uang 18 juta yang diberi kakakku padanya. Ia juga meminta pinjaman ke keluarga besar kakakku yang ada di Jakarta. Dalam hatiku “pria ini benar-benar tidak dipake di dunia para suami inspiratif nih, geram deh”.

Memang selama konflik tidak ada kekerasan fisik yang terjadi, namun sakit secara mental benar-benar membuat lebam luar dalam. Kakakku trauma, dia seperti dikejar-kejar rentenir kelas kakap, padahal itu suaminya sendiri. Walaupun kakakku janda tapi tidak seperti itu juga suaminya yang ia nikahi berstatus lajang itu memperlakukan kakakku. “Habis manis sepah dibuang”. Hidup dengan suami seperti itu sama saja hidup didalam lingkaran setan bernama kecurigaan. Curiga apakah suaminya memang benar menggunakan uang itu untuk modal atau hanya memanfaatkan istri dan keluarga pihak istri untuk menjadi bank uang bagi dirinya dan keluarganya.
Runtuh sudah impian untuk bahagia di pernikahannya yang kedua dan hampir dipastikan gagal. Saat ini kakakku dalam proses mengurus perceraiannya. “Mau gimana lagi, namanya ini sudah jalan hidup Ica”. Aku sedih mendengar kalimatnya ini setiap kali mengakhiri cerita sedihnya kepada nenekku.

Menikah itu pasti bahagia: is it just a fairy tale???

Bunda, aku memanggilnya bunda, karena dia adalah anak nenekku. Dia seumuran denganku hanya saja jodohnya ditakdirkan Allah lebih cepat daripada aku. Bundaku ini, orangnya lemah sehingga dalam sebulan wajib ada yang namanya dilanda penyakit ringan entah itu demam, batuk, pusing dan lain-lain, ia juga pendiam, suka memendam sesuatu sendiri.

Apa mungkin karena ia menikah dini jadi rasa ego itu masih dominan merajai keduanya. Beberapa kali nenekku mendapat laporan dari keduanya tentang rumah tangga mereka yang sering cekcok. Bisa dibilang nenekku akhir-akhir ini jadi psikolog pernikahan hehehehe...:D, dan aku menyerap kisah mereka untuk ditulis sebagai bahan pelajaran buatku kelak.

Terkadang masalah yang diributkan itu adalah masalah sepele. Aku saja jadi pusing sendiri jika mendengar masalah mereka. Intinya mari nge-teh mari bicara sebenarnya, KOMUNIKASI, itu kuncinya.
Mudah-mudahan mereka terus kuat mengatasi badai yang menerjang bahtera pernikahan mereka hingga sampai di pantai indah keabadian, pernikahan abadi hingga akhirat. Amiinn…:D

Menikah itu pasti bahagia: is it just a fairy tale?

Malam itu, saatku hendak bersiap-siap memejamkan mata. HPku bordering nada kereta api yang menuju stasiun :D.
Aslm, Rul, nie tami. Aq mau tnya, apa hokum ny kalo suami brkata pd istrinya: “aku berjanji tidak akan menyentuh drimu lg”. Apakh itu trmsuk sdh talak 1?

Glek!

Ada apa si Tami tiba-tiba bertanya seperti itu? Pasti ada yang tidak beres nih dengan pernikahannya.

Tami adalah salah satu BFF ku alias Best Friend Forever-ku. Dari zaman sekolah dulu sampai ia menikah pun kami masih selalu keep in touch. Pernikahannya pun masih terhitung bulan. Oktober 2010 yang lalu.

Aku kenal banget dengan BFF ku yang satu ini, dia wanita yang cukup berkeras keinginan jika menginginkan sesuatu, dan juga dia orang yang keras kepala. Jika berdebat dengan dia aku selalu kalah :D. Namun, aku senang berteman dengannya, selama bersahabat dengan Tami, aku banyak belajar dari pribadinya, walaupun ia orangnya keras, tapi hatinya selembut salju :D, aku belajar 3 bahasa kasih, maaf, tolong dan terimakasih. Di keluargaku aku belajar teorinya saja, tapi semenjak dengan dia aku belajar mempraktekkannya. Tami. *hmmmpphh…thanks sob*.

Makanya malam itu kaget luarbiasa, aku langsung bangun dari rebahanku dan berharap aku salah baca sms. Aku balas sms dengan mencoba menjawabnya dengan baik dan tidak ikut panic. Aku menenangkannya.

Aku juga kenal dengan suaminya. Dari pengamatanku sebelum mereka menikah, suaminya ini juga tipikal orang yang keras. Tapi kegelisahanku ini tidak kuutarakan pada Tami, takut ia marah dan kecewa padaku, aku tidak ingin membuat ia ragu dengan keputusannya untuk menikah dengan pria pilihannya.

Dan terbukti, sms malam ini cukup memberitahuku bahwa telah terjadi percekcokan antara ia dan suaminya.

Tidak berapa lama aku sms-an dengan Tami, ia pun meneleponku setelah beberapa kali aku mencoba menelpon dia, eh, malah direject terus sama Tami.

Dugaanku salah, rupanya yang meneleponku adalah mamanya Tami, waduh!. Terakhir mamanya yang curhat padaku, bahwa ya itulah setiap kali pulang dari rumah mertua, Tami selalu bertengkar dengan suaminya, “Ibu, jadi kasihan sama Tami, Rul, lihat saja badannya makin kurus. Suaminya kalau marah suka kesurupan Rul dan menyumpah-nyumpah agar membunuh orang yang berani ganggu suaminya, makanya Ibu gak ijinin dia tinggal berpisah dengan Ibu”. Deg!, aku terdiam disini, hmmpphh…Tami Sahabatku.

Menikah itu pasti bahagia: is it just a fairy tale?

Aa Gym bercerai???

Headline ini daku baca di salahsatu situs berita, awal Januari lalu. Cukup menyayangkan jika berita ini benar adanya.

Ustadz yang juga manusia, terkadang aku benci dengan pembelaan seperti ini. Seolah-seolah statemen ini menggampangkan semua orang untuk melakukan segala yang buruk yang seharusnya bisa dihindari.

Memang kita manusia, hanya saja kita juga diciptakan akal untuk memperbaiki segala selagi belum terlambat.

Menikah itu pasti bahagia: is it just a fairy tale?

Kisah Pernikahan Cinderella
Masih ingat dengan kisah Cinderella? Dan cerita-cerita para putri produksi Walt Disney lainnya? Mereka mengisahkan begitu sempurna jalan hidup seorang putri, yang bertemu dengan pangerannya dari kejadian-kejadian romantic dan membuat para pembaca wanitanya mengimpikan hal yang sama, ingin dijemput pangeran berkudanya dan membawanya untuk menikah di kerajaan dengan pesta yang meriah :D, sehingga ada istilah Cinderella syndrome. Istilah ini disematkan kepada para wanita yang menginginkan kisah percintaannya sama dengan kisah Cinderella.

Namun, pernahkah pembaca terpikir untuk melanjutkan kisah mereka? Apakah Cinderella bahagia dengan pernikahannya? Berapa anak yang mereka miliki? Apakah Cinderella jadi ibu rumah tangga sejati atau jadi ibu bagi rakyatnya seperti Lady Di? Pernahkah ada percekcokan antara Cinderella dan suaminya?.

Baiklah silahkan menjawabnya sendiri. Kita tinggalkan Cinderella dan kelanjutan kisahnya.

Dari peristiwa kegagalan pernikahan yang disering diekspos media terlalu lebay, efek domino yang terjadi adalah banyak wanita zaman sekarang yang memilih hidup single selamanya. Karena mereka berpikir hanya hidup hanya dengan berkarir cukup membuatnya merasa tidak terjajah oleh lelaki yang menganggap menikah hanya dijadikan ajang mengeruk harta si wanita yang sudah mapan atau hanya memanfaatkan tubuhnya saja setelah itu beralih ke wanita lain.

Hal ini juga didukung dengan banyaknya novel teenlit yang mengisahkan wanita metropolitan, karir dan lika liku perjalanan cintanya.

Lalu, bagaimana jika ia ingin melampiaskan libidonya?

Begitu komentar salahsatu teman yang membalas status temanku yang di fesbuk itu.Entahlah. naudzubillahi min dzalik. Tidak terbayang jika suatu saat nanti banyak anak yang lahir tanpa ayah, karena para ibunya memilih tidak terikat status pernikahan,misalnya dengan memanfaatkan jasa bank sperma, seorang wanita sudah bisa hamil tanpa suami.

Aku dan Dongeng Pernikahan
Inilah, aku…tulisan ini aku tulis karena kegelisahanku terhadap fenomena pernikahan saat ini yang sepertinya gampang sekali retak. Beda dengan pernikahan kakek nenek ku yang bisa awet seumur hidup mereka.

Aku belum menikah tapi akan menikah dan tidak tahu kapan. Seperti status fesbuk seorang teman di awal bahwa Menikah memang penuh riak, penuh liku, manis, asam bahkan pahit. Tapi itu bukan alasan untuk takut.

Rasa takut pasti ada. Takut seperti kejadian-kejadian yang aku ceritakan di awal. Tapi jangan dijadikan alasan.

Sama seperti aku ingin memilik netbuk. Allah telah memantaskan aku untuk saatnya memiliki netbuk. Dulu netbuk hanya ada di pikiranku dan kini sudah berwujud di depan mataku.

Begitu juga dengan memiliki pasangan hidup. Allah akan memantaskan diriku jika saatnya sudah tiba aku harus memiliki pasangan hidup. Nah, bagaimana agar Allah bisa menilaiku pantas untuk memiliki suami? Itu kembali ke diriku sendiri, sejauh apa aku sudah melakukan perbaiki diriku agar bisa pantas bersanding dengannya. Bagaimana jika aku ingin memiliki suami baik, sementara aku sendiri gemar berbuat tidak baik, pantaskah Allah memberiku suami baik???.

Pembaca yang membaca blogku, mohon doanya, agar aku dan wanita single lainnya bisa menemukan jodoh yang dikirim Allah dari Syurga. Amin.

"apabila telah tiba masaku
...untuk segera mengakhiri lajangku
dengan segenap kemampuan Allah berikan
Insya Allah janjiku segera kutunaikan

tapi bila kuraba dalam hati
datang seruntun pertanyaan silih berganti
adakah smua kulakukan terlalu dini
berdegub jantung di dada kendalikan diri

namun pernikahan begitu indah kudengar
membuat kuingin segera melaksanakan
namun bila kumelihat aral melintang pukang
hatiku selalu maju mundur dibuatnya

akhirnya aku segera tersadar
hanya kepada Allah tempat aku bersandar
aYang akan menguatkan hatiku yang terkapar
insya Allah azzamku akan terwujud lancar."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar