Kamis, 20 Januari 2011

UJIAN: SEBUAH PERAYAAN TERHADAP ILMU



“Ujian adalah sebuah hari besar keramat ketiga setelah Idul Adha dan Idul Fitri
–A.Fuadi: Novel ‘Negeri 5 Menara-”

Kalimat sakti di atas saya kutip dari novel yang sukses dengan mantra Man jadda wa jada-nya Negeri 5 Menara yang dikarang oleh A. Fuadi. Jika Anda sudah baca novel tersebut, pasti Anda sudah tahu dengan isi salahsatu bab dari novel ini yang berjudul Festival Akbar. Festival yang dimaksud adalah perayaan meriah dalam menyambut ujian marathon selama 15 hari. Pada bab ini pengarang mendeksripsikan bagaimana pihak Pondok Madani menyulap area pesantren dengan berbagai ornament festival. Beberapa baliho dipasang di sekitar pesantren, di depan aula, di sekitar masjid dan di sudut-sudut lain. Tulisan “Ma’an Najah,”Semoga sukses dalam ujian dalam bentuk poster dan selebaran dapat ditemukan di ruang kelas, asrama, kantin, di pohon-pohon, bahkan di lapangan-lapangan olahraga. Bisa dibayangkan apa yang terjadi dan energi yang mengandung semangat menyambut ujian mengalir di tubuh santri jika momen ujian disambut pesta akbar, meriah seperti meriahnya momen piala dunia atau momen Liga AFF kemarin, dimana-mana warna merah menyeruak tumpah di sudut-sudut stadion Gelora Bung Karno.

Inginnya atmosper seperti ini juga yang turut diciptakan pihak-pihak lembaga pendidikan ketika merayakan ujian semester. Dengan begitu, itulah momen sebenarnya seorang pencari ilmu untuk membuktikan bahwa jerih payah belajar selama ini mendatangkan hasil setimpal, yaitu meresapnya ilmu tadi sampai ke sum-sum.

Ujian: Cara Elegan Merayakan Ilmu

Ujian, mendengar kata yang terdiri dari lima huruf ini seperti mendengar kabar buruk di siang bolong. Segeralah stress melanda, kepanikan merajalela, dan berharap waktu melambat agar hari yang bersejarah itu tidak segera tiba.
Lalu, bagaimana seharusnya seorang akademisi khususnya siswa yang sudah mendapat predikat maha, alias mahasiswa menghadapi ujian semester?.
Ujian diperlukan untuk mengetahui sejauhmana kemampuan mahasiswa dalam menguasai suatu mata kuliah yang telah diajarkan oleh dosen yang bersangkutan. Tentu semua mahasiswa berharap nilai ujiannya memuaskan. Tapi tidak banyak yang tahu, strategi apa yang diperlukan dalam menghadapi ujian itu, sehingga banyak mahasiswa masih menggunakan trik-trik kuno yang kebanyakan bersifat merugikan bagi mahasiswa lainnya.

Oleh karena itu, kali ini sedikit tips dalam mengerjakan/menghadapi ujian semester bagi mahasiswa yang merasa kesulitan terhadap suatu matakuliah tertentu. Tips itu adalah :


• Minta Izin kepada Pemilik Ilmu
Setelah sebelumnya sudah mempersiapkan diri dengan belajar. Bermohon kepada sang pemilik ilmu untuk memudahkan dalam mengerjakan ujian. Ikhlaskan segala keputusan kepada Allah SWT agar terhindar dari stress.
• Dukung dengan Gizi Cukup. Jangan remehkan masalah makan memakan, karena hal ini cukup berpengaruh dengan kondisi tubuh. Gizi yang cukup berguna menyiapkan stamina dalam menghadapi ujian.
• Wajib Percaya Diri. Yakinkan diri bila sudah siap tempur dan dapat mengerjakan ujian dengan baik. Tenang dan percaya diri.
• Siapkan Alat Tempur dan Amunisi. Bawalah semua alat tulis yang diperlukan, jangan sampai ketinggalan satu pun dan juga membawa persyaratan ujian. Perlengkapan ini akan membantu untuk tetap konsentrasi selama mengerjakan ujian. Diharamkan untuk pinjam meminjam dengan teman sebelah, karena akan sangat mengganggu.
• Datanglah 15 menit sebelum ujian dimulai. Hal ini sangat membantu karena member kesempatan kepada diri untuk menenangkan diri dan tidak panik. Beda sekali jika seorang mahasiswa dating terburu-buru ke lokasi ujian, dia akan panic dan membuat berbagai kekacauan.
• Jawab soal-soal ujian dengan taktis. Mulailah dengan menjawab pertanyaan mudah yang diketahui, kemudian dengan soal-soal yang memiliki nilai tertinggi. Pertanyaan terakhir yang dikerjakan adalah soal paling sulit, soal yang membutuhkan waktu yang lama untuk menulis jawabannya dan soal-soal yang memiliki nilai terkecil.
• Saat mengerjakan soal ujian esai, pikirkan dulu jawabannya sebelum menulis.
• Sisihkan 10% waktu untuk memeriksa ulang jawaban yang telah dibuat.
• Akhiri ujian dengan manis dan katakan Alhamdulillah. Serahkan hasilnya pada Allah SWT.

Mungkin beginilah seharusnya ujian disambut, sebuah perayaan terhadap ilmu Fuadi. Jika ilmu dirayakan seperti yang dilakukan di Pondok Madani seperti yang diceritakan oleh A., hikmahnya adalah agar sekali-kali kita tidak pernah takut apalagi trauma dengan ujian, tercipta generasi yang anti terhadap tekanan ujian, dan bahkan bisa menikmati ujian itu. Apalagi ujian akan terus datang dalam berbagai rupa sampai nafas berakhir di ujung kerongkongan.

Selamat Menempuh Ujian!

*Penulis adalah mahasiswa Fak. Tarbiyah/PBI/ VII, penulis buku non-fiksi Gue Gak Cupu dan bergiat di FLP Sumut serta LPM Dinamika IAIN SU.

Rabu, 19 Januari 2011

Si Cupu ada Dimana-mana



Waktu acara Jurnalisme Kampus 13-16 Desember tahun lalu 2010 yang disponsori berat oleh LPM Dinamika IAIN SU bahwa telah ditemukan beberapa poto yang membuat si Cupu terdeteksi dimana-mana.

Kupu-kupu
dicium muna
Ada gue gak cupu
dimana-mana


Kita buka dengan acara silat-silat dulu y :D



ye hhaaaaa....


tak tong tong
kalamai jaguang
....hadeuuhhh kenapa sepeti menyambut pengantin adat suku padang ya??? heheheh

Berdamai sudah...



Saatnya mengendus-endus keberadaa si cupu...siap2kan hidung kamu..dan kejelian matamu...dimana kah cupu? katakan cupu...katakan cupu (dora banget ^_^)


























gimana?

dah ketemu si cupu?

pertanyaanya adalah berapa kali kah si cupu dijeprat jepret? *bahasa opo sing iki -jeprat jepret?-

jawaban kamu adalah...

Selagi kamu mencari jawabannya yang sepertinya susah sekali untuk dijawab, mari sini kamu akan saya ajak kenalan dengan emaknya si cupu :)




Nah, sekarang setelah kenalan. Hyukkk mareee...buat kamu yg penasaran sama si cupu, silahkan dolan-dolan ke TB. Gramedia kesenangan kamu karena disana ada teman-temannya Mas Harry marketingnya Gramedia yang siap membantu kamu berjumpa dengan si cupu...




Happy Reading ya...^0^

ORANG GILA DAN BUKU

Oleh: nufazee



orang gilalah yang meminjamkan buku pada orang lain tetapi lebih gila lagi orang yang pinjam itu mengembalikan buku kepada orang yang punya
-orang bijak ya bukan orang gila yang tadi-


Aku sudah lama mendengarkan quote ini, dan you know what dalam beberapa bulan terakhir aku bahkan mendengarkannya dua kali. Mendengarkan quote ini apalagi dari orang-orang yang kusegani dan nasihatnya patut didengar, serasa seperti mendapat gelegar petir di siang hari bolong, tapi lima menit kemudian daku lupa dengan nasihat ini dan mulai bergerilya untuk mencari buku asyik yang layak dipinjam. Karena apalah daya isi dompet tak sam[ai membeli buku yang kusukai dan rata-rata mereka mahal pula.

Namun, nasihat ini begitu amat sangat kupahami.

Begini ceritanya…

Desember tahun lalu, (kamera mulai menampilkan gambar flashback –halaaah :D), saat itu lagi sibuk gila mempersiapkan acara Pekan Jurnalistik Kampus bersama anak-anak LPM Dinamika, eh datanglah sesosok, sebayangan, sekelebatan (jangan mubazir dooonngg!), ya lah lebih tepatnya sesosok pria, tinggi, rambut cepak, kulit sawo matang dan menenteng helm serta tubuh berbalut jaket. Dia dating padaku dengan wajah innocent-nya.

“Dek, adek ya yang punya buku bang Alay (nama pengarang disamarkan)?”
“Iya, kenapa bang?”
“Gini, abang mau pinjam bukumu,soalnya ada teman abang yang abang janjikan buku ini, boleh abang pinjam?” Abang udah mesan sama bang Alay, tapi waktu tu dia masih di Mekkah, dah gitu dia gak tau apakah buku itu masih ada sisa atau gak”.
“Oh ya udah”
“Beneran nih dek”
“Iya tapi jangan lupa ya bukuku dibalikin”
“Iya”
“tapi bukuku sama rahmah, minta ja ma dia”
“Oh, rahma, ada nomor telpon rahma”
Bla…bla…singkat cerita dia mendapatkan buku itu.

Sehari…dua hari…tiga hari...seminggu…dua minggu, lah buku ku kok gak balik-balik?, hadeuuhhh, malah lupa pula minta no hp abang tu. Tapi ntar lah ku minta no hp sama junioran-nya di fakultas.


“Bang, ehm…bukuku dah selesai?” (pertama nada smsku masih lemah lembut gemulai)
“Udah, kemaren udah abang kasih ke Fauzi”
Lalu aku sms Fauzi
“Zi, ada Bang Toyib (nama samaran ) ngasih buku ke Fauzi?”
“Gak ada kk, kemren ntu mungkin anak buahnya yang ngasi buku tu, coba tanya orang sekret”


Oh mungkin sama Rahma dikasihkannya buku tu, pikirku.
Kudatangi Rahma yang sedang mengetik berita.

“Rahma, ada anak buah bang Thoyib ngasih buku ke Rahma?
“ada kak, ini dia bukunya”, sambil menyodorkan buku berwarna hitam dominan ada juga warna merah sedikit, ukuran bukunya seukuran kantong, buku pocket.
Lah, sejak kapan buku yang kupinjamkan berubah bentuk, perasaan ini bukan buku yang pertama kali ku kasih pinjam lah. Emang penulisnya bang Alay juga tapi sekali lagi ini bukan bukuku.
“Tapi ini buku yang dikasih temannya Bang Toyib ke Rahma, mb. Rahmah pun bingung kenapa buku ini yang dikasih”.


Langsunglah, rasanya darah ini mengalir deras seolah-olah mereka dikomandokan untuk segera mengalir ke otak, menggelegak, wajahku merah padam, reflek urat-urat wajahku bersepakat untuk mengkerut dan membentuk wajah manyun. Rusak sudah hariku. Ku ambil hp dengan kasar ku cari nomor hp bang Thoyib. (adegannya lagi marah nih :D)

Isi percakapan ku adalah bahwa aku minta balik bukuku segera. Tapi bang Thoyib berkilah katanya dia belum ketemu dengan bang Alay. Ku tanyakan padanya apa hubungannya dengan Bang Alay?, dia terdiam beberapa saat. Lalu dia mengalihkan pembicaraan dengan mengatakan bahwa dia sedang di luar kota dan sedang dalam perjalanan menuju Medan, ia berjanji sesampainya di Medan dia akan mengembalikan bukuku.

“Iya bang pokoknya aku gak mau tau, aku mau bukuku yang lama wajib balik”, dengan nada tinggi. Langsung ku tutup teleponku. Kesal.

Beberapa hari berlalu sejak kekesalan itu. Teman-temanku pada kena imbasnya.

“Baru kali ini, aku liat mb zee marah” curhat si Omi

Hehehe masak sih Omi…eh, adegannya masih marah, jangan cengengesan gitu dong!, apa kata sutrah darah nanti ^_^

Sebenarnya aku sudah ada firasat buruk tentang keadaan buku ku itu. (Saking cintanya ma buku, sampe ada ikatan batin antara aku dan buku). Pikiran terburukku adalah bukuku itu bakal gak balik buat selamanya.

Malam sabtu adalah malam kelabu buatku. Ketidaktenangan aku akan bukuku itu membuatku mendesak bang Thoyib untuk meminta kejelasan. Aku pun sms-an dengan bang Thoyib.

Kau tahu kenapa aku yakin banget bukuku gak balik adalah bunyi sms balasan dari bang Thoyib…”Tadi waktu solat jum’at abang jumpa sama bang Alay katanya dia mo ngasih bukunya, jadi boleh minta waktu 3 hari?”

Aku terdiam sesaat. Betulkan firasatku. Lalu sms berlanjut, aku tetap berkeras mau bukuku itu balik, gimana pun caranya. Eh si bang Thoyib malah nanggepinnya begini “Aduh…tp yang itu dah abang kasih ke tmn abang itu dek, gmn tu? . Jangan marah ya, plizz…tp wktu tu kata nurul boleh tp wajib d ganti”.

MasyaAllah, aku stress luarbiasa, nangis sejadi-jadinya…whoaaaa…aku ditipu…pembaca baca sendirikan di awal si Thoyib gunakan kata kerja PINJAM bukan MINTA.

Terang saja, dengan penuh blak-blakan biar orang ni sadar n gak ada lagi korban yang berjatuhan, langsung ja kubilang bahwa bang thoyib udah menipu, semoga tidak ada korban lagi selain aku, asal abang Thoyib tau ya buku itu sangat berharga banget buat aku, buku itu kubeli susah payah, mana ada tanda tangan bang Alay pula lagi dah gitu buku itu yang ngajarin aku gimana nerbitkan tulisan di Koran dan tulisanku terbit di Koran untuk pertama kali gara-gara belajar dari buku dan pemahaman yang diberikan Allah hingga aku bisa memahamkan dan mempraktekkan isi buku itu. Banyak deh kenangan buku itu. Aku gak mau tau gimana pun caranya buku itu balik. Lalu Bang Thoyib bilang bahwa buku itu gak mungkin balik karena udah sama kawannya yang ada di Lampung. Innalillaaahhh…Aku nangis lagi, ish,,,kesal banget gak sih ketika orang yang kau percaya menipumu mentah-mentah. Kenapa tidak mungkin tanyaku?, gini ja, aku katakan padanya, abang suruh kawan abang tu kirimkan bukuku via pos dan abang nanti kirimkan buku yang baru abang beli dari bang Alay kepada teman abang yang di Lampung itu. Namun, saudara-saudara apa tanggapannya…eh dia balas smsku dengan “heheheheheh…macam betol aja”. Andai pembaca tau, aku dah geram sangat, kalaulah si Bang Thoyib itu samsak yang ada di ring tinju, udah ku pukul-pukul dia sampai puas. Sakit hati.

Lelah juga ngomong sama orang waras yang pinjam buku tapi tidak mengembalikan buku yang dia pinjam ke pemiliknya. Ku katakan padanya si Thoyib abal-abal itu, kau balikin buku ku tapi untuk sesaat dan untuk waktu yang tidak ditentukan mohon jangan memperlihatkan wajahmu padaku. Forgiven but not forgotten…kumaafkan tapi mungkin tidak akan kulupakan.

Jadi, wahai anak muda, berikut pelajaran yang bisa kau ambil dari kisahku (alamaakkk, berasa orang tua yang ada di bungkus wafer kesukaan aku itu loh :D).

1.Kata orang bijak yang di atas tadi ada benarnya. Aku jadi berusaha untuk tidak meminjam buku dan gak mau jadi orang gila :D, tapi kalau gak tahan, aku akan meminjam juga dengan syarat aku gak mau jadi the next bang Thoyib versi yang aku ceritakan di atas.
2.Kalaupun mau ngasih pinjam buku ke orang lain karena gak tega liat wajah innocent-nya. Caranya: pastikan orang yang kamu pinjamkan buku itu adalah orang yang kamu kenal luar dalam, lalu buat ijab Kabul begini bunyinya…”Saya pinjamkan buku ini kepada kamu, selama 5 hari dan harap kembalikan tepat waktu”, lalu yang pinjam menjawab “Saya terima pinjaman kamu selama 5 hari dan akan saya kembalikan tepat waktu”, nah loh, dengan begitu si peminjam serasa diikat sama sumpah heheheh (segitunya). Nah, jangan lupa catat siapa yang pinjam buku kamu, dan tanggal pengembaliannya.
3.Aku belajar ikhlas dari kejadian ini. Ikhlas itu tidak nampak, halus banget tapi jika dipraktekkan bisa sangat mempengaruhi diriku. Aku juga belajar memaafkan tapi untuk melupakan hal itu…time will heal everything.
4.Pesanku terakhir, jangan mau deh jadi Bang Thoyib seperti yang aku ceritakan, kalau ada yang terlanjur jadi Bang Thoyib segera tobat deh, dah gitu bedakan ya antara kata PINJAM dan MINTA. Pinjam pulpennya dong? (lah, emang kapan sampeyan mau balikin tintanya :D, yang benar adalah pinjam pulpennya minta tintanya :D)
Untuk menuliskan pengalaman ini sebenarnya membuka luka lagi, tapi setidaknya aku sudah menuliskannya dengan begitu aku bisa sedikit lebih baik dan mempercepat kesembuhan lukaku :D.

Sekian ceritaku, semoga bermanfaat.

Happy Reading!

Kamis, 06 Januari 2011

Menikah itu Pasti Bahagia: Is It Just A Fairy Tale?


Oleh: Zee Shabrina

Banyak teman-temanku yang takut menikah, lantaran mereka takut dengan pengalaman menikah orang-orang terdekat mereka yang jauh dari harmonis bahkan banyak yang bercerai. Menikah memang penuh riak, penuh liku, manis, asam bahkan pahit. Tapi itu bukan alasan untuk takut.


Kalimat diatas adalah status fesbuk yang ditulis temanku beberapa waktu yang lalu. Dan aku merasa kalimat ini pas sekali menggambarkan suasana hatiku saat ini. Dalam beberapa hari terakhir aku dipertemukan dengan kisah-kisah miris di dalam pernikahan.

Sebut saja dia Kak Ica, dia adalah cucu nenek yang ada di Jakarta. Aku mendengar ceritanya yang mendapat jodoh di Medan dan akan segera menikah dengan pria itu. Kakakku ini adalah janda yang masih perawan. Tujuh tahun lalu dia pernah menikah, namun pernikahan hasil perjodohan orangtuanya itu hanya bertahan sebulan saja. Penyebabnya adalah sang suami yang hobi selingkuh. Diketahui setelah ia menikah bahwa sang suami masih menjalin hubungan dengan kekasihnya yang ada di Bali. Sontak saja kakakku ini minta cerai, pasalnya hobi sang suami tidak bisa diperbaiki. Cintanya terlalu berat pada perempuan kekasih gelapnya itu. Tujuh tahun adalah waktu yang cukup lama untuk menyembuhkan luka parah itu dan berpikir sejuta kali untuk menikah lagi.

Ketika jodoh itu datang lagi, tapi kali ini kakakku yang memutuskan pasangan hidupnya sendiri. Betapa berbinarnya sorot matanya saat kami duduk di teras seminggu sebelum pernikahan. Dia menasihatiku agar benar-benar memilih pasangan hidup “Jangan mau seperti kakak ya!”.

Pernikahan pun digelar. Mereka menikah di luar kota Medan tepatnya di Tanjung Balai. Aku tidak bisa menghadiri pernikahannya karena ada kuliah wajib di hari Sabtu yang cerah ceria waktu itu.

Sebulan…sebulan setengah…pernikahan kakakku mulai dilanda prahara. Berulangkali dia datang ke tempat nenek dengan alasan untuk menenangkan diri. Kakakku tinggal di Medan setelah ia menikah jadi tidak sulit untuk pulang pergi ke rumah nenek. Lagipula tempat mengadu satu-satunya ya nenekku, keluarga besar kakakku ada di Jakarta semuanya.

Klimaksnya, kakakku hengkang dari rumah suaminya dengan membawa seluruh pakaian dan harta bendanya ke rumah nenekku. Dia benar-benar sakit hati dengan suaminya, ternyata sang suami menikahinya karena tergiur dengan harta kakakku. Beberapa kali si suami memohon meminjam uang padanya dengan alasan untuk menambah modal usaha baju-baju impor bekas—suami kakaku pengusaha yang membuka jasa menjual baju-baju impor bekas atau yang dikenal dengan MonZa, Mongonsidi Plaza di Petisah. Bukan itu saja, sang suami tidak cukup dengan uang 18 juta yang diberi kakakku padanya. Ia juga meminta pinjaman ke keluarga besar kakakku yang ada di Jakarta. Dalam hatiku “pria ini benar-benar tidak dipake di dunia para suami inspiratif nih, geram deh”.

Memang selama konflik tidak ada kekerasan fisik yang terjadi, namun sakit secara mental benar-benar membuat lebam luar dalam. Kakakku trauma, dia seperti dikejar-kejar rentenir kelas kakap, padahal itu suaminya sendiri. Walaupun kakakku janda tapi tidak seperti itu juga suaminya yang ia nikahi berstatus lajang itu memperlakukan kakakku. “Habis manis sepah dibuang”. Hidup dengan suami seperti itu sama saja hidup didalam lingkaran setan bernama kecurigaan. Curiga apakah suaminya memang benar menggunakan uang itu untuk modal atau hanya memanfaatkan istri dan keluarga pihak istri untuk menjadi bank uang bagi dirinya dan keluarganya.
Runtuh sudah impian untuk bahagia di pernikahannya yang kedua dan hampir dipastikan gagal. Saat ini kakakku dalam proses mengurus perceraiannya. “Mau gimana lagi, namanya ini sudah jalan hidup Ica”. Aku sedih mendengar kalimatnya ini setiap kali mengakhiri cerita sedihnya kepada nenekku.

Menikah itu pasti bahagia: is it just a fairy tale???

Bunda, aku memanggilnya bunda, karena dia adalah anak nenekku. Dia seumuran denganku hanya saja jodohnya ditakdirkan Allah lebih cepat daripada aku. Bundaku ini, orangnya lemah sehingga dalam sebulan wajib ada yang namanya dilanda penyakit ringan entah itu demam, batuk, pusing dan lain-lain, ia juga pendiam, suka memendam sesuatu sendiri.

Apa mungkin karena ia menikah dini jadi rasa ego itu masih dominan merajai keduanya. Beberapa kali nenekku mendapat laporan dari keduanya tentang rumah tangga mereka yang sering cekcok. Bisa dibilang nenekku akhir-akhir ini jadi psikolog pernikahan hehehehe...:D, dan aku menyerap kisah mereka untuk ditulis sebagai bahan pelajaran buatku kelak.

Terkadang masalah yang diributkan itu adalah masalah sepele. Aku saja jadi pusing sendiri jika mendengar masalah mereka. Intinya mari nge-teh mari bicara sebenarnya, KOMUNIKASI, itu kuncinya.
Mudah-mudahan mereka terus kuat mengatasi badai yang menerjang bahtera pernikahan mereka hingga sampai di pantai indah keabadian, pernikahan abadi hingga akhirat. Amiinn…:D

Menikah itu pasti bahagia: is it just a fairy tale?

Malam itu, saatku hendak bersiap-siap memejamkan mata. HPku bordering nada kereta api yang menuju stasiun :D.
Aslm, Rul, nie tami. Aq mau tnya, apa hokum ny kalo suami brkata pd istrinya: “aku berjanji tidak akan menyentuh drimu lg”. Apakh itu trmsuk sdh talak 1?

Glek!

Ada apa si Tami tiba-tiba bertanya seperti itu? Pasti ada yang tidak beres nih dengan pernikahannya.

Tami adalah salah satu BFF ku alias Best Friend Forever-ku. Dari zaman sekolah dulu sampai ia menikah pun kami masih selalu keep in touch. Pernikahannya pun masih terhitung bulan. Oktober 2010 yang lalu.

Aku kenal banget dengan BFF ku yang satu ini, dia wanita yang cukup berkeras keinginan jika menginginkan sesuatu, dan juga dia orang yang keras kepala. Jika berdebat dengan dia aku selalu kalah :D. Namun, aku senang berteman dengannya, selama bersahabat dengan Tami, aku banyak belajar dari pribadinya, walaupun ia orangnya keras, tapi hatinya selembut salju :D, aku belajar 3 bahasa kasih, maaf, tolong dan terimakasih. Di keluargaku aku belajar teorinya saja, tapi semenjak dengan dia aku belajar mempraktekkannya. Tami. *hmmmpphh…thanks sob*.

Makanya malam itu kaget luarbiasa, aku langsung bangun dari rebahanku dan berharap aku salah baca sms. Aku balas sms dengan mencoba menjawabnya dengan baik dan tidak ikut panic. Aku menenangkannya.

Aku juga kenal dengan suaminya. Dari pengamatanku sebelum mereka menikah, suaminya ini juga tipikal orang yang keras. Tapi kegelisahanku ini tidak kuutarakan pada Tami, takut ia marah dan kecewa padaku, aku tidak ingin membuat ia ragu dengan keputusannya untuk menikah dengan pria pilihannya.

Dan terbukti, sms malam ini cukup memberitahuku bahwa telah terjadi percekcokan antara ia dan suaminya.

Tidak berapa lama aku sms-an dengan Tami, ia pun meneleponku setelah beberapa kali aku mencoba menelpon dia, eh, malah direject terus sama Tami.

Dugaanku salah, rupanya yang meneleponku adalah mamanya Tami, waduh!. Terakhir mamanya yang curhat padaku, bahwa ya itulah setiap kali pulang dari rumah mertua, Tami selalu bertengkar dengan suaminya, “Ibu, jadi kasihan sama Tami, Rul, lihat saja badannya makin kurus. Suaminya kalau marah suka kesurupan Rul dan menyumpah-nyumpah agar membunuh orang yang berani ganggu suaminya, makanya Ibu gak ijinin dia tinggal berpisah dengan Ibu”. Deg!, aku terdiam disini, hmmpphh…Tami Sahabatku.

Menikah itu pasti bahagia: is it just a fairy tale?

Aa Gym bercerai???

Headline ini daku baca di salahsatu situs berita, awal Januari lalu. Cukup menyayangkan jika berita ini benar adanya.

Ustadz yang juga manusia, terkadang aku benci dengan pembelaan seperti ini. Seolah-seolah statemen ini menggampangkan semua orang untuk melakukan segala yang buruk yang seharusnya bisa dihindari.

Memang kita manusia, hanya saja kita juga diciptakan akal untuk memperbaiki segala selagi belum terlambat.

Menikah itu pasti bahagia: is it just a fairy tale?

Kisah Pernikahan Cinderella
Masih ingat dengan kisah Cinderella? Dan cerita-cerita para putri produksi Walt Disney lainnya? Mereka mengisahkan begitu sempurna jalan hidup seorang putri, yang bertemu dengan pangerannya dari kejadian-kejadian romantic dan membuat para pembaca wanitanya mengimpikan hal yang sama, ingin dijemput pangeran berkudanya dan membawanya untuk menikah di kerajaan dengan pesta yang meriah :D, sehingga ada istilah Cinderella syndrome. Istilah ini disematkan kepada para wanita yang menginginkan kisah percintaannya sama dengan kisah Cinderella.

Namun, pernahkah pembaca terpikir untuk melanjutkan kisah mereka? Apakah Cinderella bahagia dengan pernikahannya? Berapa anak yang mereka miliki? Apakah Cinderella jadi ibu rumah tangga sejati atau jadi ibu bagi rakyatnya seperti Lady Di? Pernahkah ada percekcokan antara Cinderella dan suaminya?.

Baiklah silahkan menjawabnya sendiri. Kita tinggalkan Cinderella dan kelanjutan kisahnya.

Dari peristiwa kegagalan pernikahan yang disering diekspos media terlalu lebay, efek domino yang terjadi adalah banyak wanita zaman sekarang yang memilih hidup single selamanya. Karena mereka berpikir hanya hidup hanya dengan berkarir cukup membuatnya merasa tidak terjajah oleh lelaki yang menganggap menikah hanya dijadikan ajang mengeruk harta si wanita yang sudah mapan atau hanya memanfaatkan tubuhnya saja setelah itu beralih ke wanita lain.

Hal ini juga didukung dengan banyaknya novel teenlit yang mengisahkan wanita metropolitan, karir dan lika liku perjalanan cintanya.

Lalu, bagaimana jika ia ingin melampiaskan libidonya?

Begitu komentar salahsatu teman yang membalas status temanku yang di fesbuk itu.Entahlah. naudzubillahi min dzalik. Tidak terbayang jika suatu saat nanti banyak anak yang lahir tanpa ayah, karena para ibunya memilih tidak terikat status pernikahan,misalnya dengan memanfaatkan jasa bank sperma, seorang wanita sudah bisa hamil tanpa suami.

Aku dan Dongeng Pernikahan
Inilah, aku…tulisan ini aku tulis karena kegelisahanku terhadap fenomena pernikahan saat ini yang sepertinya gampang sekali retak. Beda dengan pernikahan kakek nenek ku yang bisa awet seumur hidup mereka.

Aku belum menikah tapi akan menikah dan tidak tahu kapan. Seperti status fesbuk seorang teman di awal bahwa Menikah memang penuh riak, penuh liku, manis, asam bahkan pahit. Tapi itu bukan alasan untuk takut.

Rasa takut pasti ada. Takut seperti kejadian-kejadian yang aku ceritakan di awal. Tapi jangan dijadikan alasan.

Sama seperti aku ingin memilik netbuk. Allah telah memantaskan aku untuk saatnya memiliki netbuk. Dulu netbuk hanya ada di pikiranku dan kini sudah berwujud di depan mataku.

Begitu juga dengan memiliki pasangan hidup. Allah akan memantaskan diriku jika saatnya sudah tiba aku harus memiliki pasangan hidup. Nah, bagaimana agar Allah bisa menilaiku pantas untuk memiliki suami? Itu kembali ke diriku sendiri, sejauh apa aku sudah melakukan perbaiki diriku agar bisa pantas bersanding dengannya. Bagaimana jika aku ingin memiliki suami baik, sementara aku sendiri gemar berbuat tidak baik, pantaskah Allah memberiku suami baik???.

Pembaca yang membaca blogku, mohon doanya, agar aku dan wanita single lainnya bisa menemukan jodoh yang dikirim Allah dari Syurga. Amin.

"apabila telah tiba masaku
...untuk segera mengakhiri lajangku
dengan segenap kemampuan Allah berikan
Insya Allah janjiku segera kutunaikan

tapi bila kuraba dalam hati
datang seruntun pertanyaan silih berganti
adakah smua kulakukan terlalu dini
berdegub jantung di dada kendalikan diri

namun pernikahan begitu indah kudengar
membuat kuingin segera melaksanakan
namun bila kumelihat aral melintang pukang
hatiku selalu maju mundur dibuatnya

akhirnya aku segera tersadar
hanya kepada Allah tempat aku bersandar
aYang akan menguatkan hatiku yang terkapar
insya Allah azzamku akan terwujud lancar."