Kamis, 26 Maret 2009

HOARDING : SAKIT GILA NO.28




Sebelumnya saya mau tanya apakah pembaca telah melahap Novel Best Seller abad ini : Laskar Pelangi?


Mungkin ada yang belum (maksudnya belum dua kali bacanya ) ada yang sudah dan lain-lain.


Masih ingat dengan sepotong kisah dari novel itu yang menceritakan teori tentang panyakit gila yang dibuat ibu si Ikal?


Baiklah jika Anda tidak ingat, saya akan mencoba memanggil ingatan Anda itu.
Begini isi teori itu:
“Saat itulah aku mendengar untuk pertama kalinya teori canggih ibuku tentang penyakit gila. Gila itu ada 44 macam, semakin kecil nomornya semakimparah gilanya Gila yang menduduki urutan no.1 adalah orang-orang yang sudah tak berpakaian lagi dan lupa diri di jalan”.Yang akan saya bahas bukan ke 44 sakit gila tersebut satu persatu. Tapi saya akan membahas sakit gila no.28, Hoarding.

Sekilas Tentang Hoarding


Saya sadar saya bukan ahli psikologi, tapi saya mencoba menelusuri untuk Anda gejala psikologi ini walaupun tak sampai sedetil mungkin. Karena mau tak mau sakit gilaini akan atau sedang menyerang kita dan orang-orang sekitar kita hanya saja kita tidak menyadari hal itu.


Kata Hoarding menurut kamus Inggris-Indonesia karangan John M.Echol dan Hassan Shadily: menimbun, dari kata dasar Hoard yang artinya timbun.


Hoarding adalah sebuah gejala psikologis yang ditandai dengan hobi aneh mengumpulkan barang-barang rongsokan tak berguna tapi sayang dibuang. Pelaku Hoarding disebut Hoarder.
Ada-ada saja gejala psikologis aneh yang dialami manusia akhir zaman ini.


Memang tanpa disadari gejala ini telah mengidap di diri saya sendiri seperti suka mengumpulkan bangkai-bangkai pulpen yang tintanya sudah habis lalu mengumpulkan buku-buku pelajaran waktu saya klas 1 SD pun masih ada bertumpuk di rak di sudut kamar.Kalau nenek saya hobi mengumpulkan tempat bedak yang isinya sudah habis. Kalau Anda apakah punya pengalaman gila juga?


Pertanyaannya adalah kenapa tidak dibuang, dijual atau disumbangkan saja?. Itulah hebatnya Hoarding. Dan jawaban yang keluar dari si hoarder adalah “jangan dibuang suatu saat itu pasti akan berguna atau jangan! Itu masih di pake”. Kan gila gak tu namanya?, yang ada malah merusak pandangan dan menyempitkan ruangan.

Obat Penyakit Gila No.28


Di Amerika, para hoarder yang suka mengumpulkan hewan peliharaan sampai membentuk sebuah tim, tepatnya “Hoarding Prevention Team’, dengan adanya tim atau komunitas dapat membantu para hoarder pengumpul hewan ini untuk mencegah mereka mengumpulkan hewan pelliharaan lebih banyak lagi. Bukannya dilarang untuk memelihara hewan peliharaan dalam jumlah banyak sampai bisa buka kebun binatang mini, tapi masalahnya kebanyakan para hoarder ini tidak merawat hewan-hewan tersebut dengan baik dan susah bagi para hoarder untuk mengikhlaskan hewan peliharaan tersebut pergi.


Solusi dari saya, untuk saya dan semua pembaca dalam mengatasi penyakit gila ini dengan cara menyisihkan waktu luang kita untuk focus membersihkan barang rongsokan tersebut seperti mengumpulkan barang itu dalam satu kardus besar, lalu kalau memang bisa dijual ya dijual saja ke tukang botot.


Pada saat membersihkan usahakanlah si hoarder didampingi oleh seseorang yang waras yang dapat menyadarkan si hoarder itu bahwa barang-barang rongsokan itu memang sudah waktunya dibuang dantidak baik juga untuk kesehatan jiwa dan raga.


Dan tahukah Anda, ternyata bila kita berhasil menyingkirkan barang-barang bekas itu, rasanya lega luarbiasa. Kamar atau ruangan kita jadi lebih luas, segala yang menyakitkan mata sudah dienyahkan. Lakukanlah lalu perhatikanlah apa yang terjadi, begitu kata Pak Mario Teguh menutup acaranya.

ODONG-ODONG HAHAHA



Satu benda yang jika disebutkan berhasil menggelitik perutku, membuatku ingin tertawa, kadang tersenyum-senyum sendiri dalam setahun terakhir ini, yup kata itu adalah odong-odong hahaha, sekali lagi!, odong-odong hahaha, lagi!, odong-odong hahaha, lagi!, ah udah ah, kapan ceritanya dimulai nih.


Memang sejak beberapa tahun terakhir yang namanya odong-odong sedang naik daun, bisa diilang artis papan ataslah, saking terkenalnya dikalangan anak-anak. Entah siapa pencipta kata unik tersebut “odong-odong”, apakah dari bahasa Sansekerta tau dari bahasa mana. Ah entahlah perlu penelitian lebih lanjut sepertinya atau tanya saja pada rumput bergoyang.

Hiburan Anak Yang Murah Meriah


Praktis tak ada lagi pusat permainan anak yang murah meriah dan terletak di pusat kota , sejak Taman Ria Medan dirobohkan dan sudah berdiri megah pusat perbelanjaan terbesar di Medan, Plaza Medan Fair.


Dulu sewaktu saya masih kecil, asal ke Taman Ria saya paling suka naik odong-odong. Odong-odong yang berbentuk mobil-mobilan, kuda-kudaan atau tokoh karton. Untuk menaiki mainan tersebut kita harus memiliki koin khusus yang dijual pengelola. Saat naik odong-odong itu, saya tidak mau turun, yang penting tetap di atas odong-odong yang bergerak naik turun maju mundur dengan lembut sampai membuat saya terkantuk-kantuk dibuai odong-odong, kalau diangkat untuk digendong pasti saya menangis. Untung saya tidak ditinggal pulang orangtua saya, kalau itu terjadi saya sudah jadi anak pengelola odong-odong itu kali ya!:).


Walaupun Taman Ria sudah tidak ada kalaupun ada tapi jaraknya cukup jauh dari rumah serta mungkin saja harga satu permainan tidak seterjangakau seperti dulu. Kini, para bocah tidak perlu repot-repot ke mal ataupun ke Taman Ria untuk mencari hiburan. Mereka cukup nangkring di depan rumah mnunggu odong-odong lewat. Untuk menaiki odong-odong cukup membayar Rp.2000, sekali putaran.


Nama Kerennya Kiddi Ride


Ada berbagai macam odong-odong atau Kiddi Ride, mulai dari yang berbentuk kuda-kudaan atau komidi putar yang digerakkan dengan ontelan kaki sang operator, ada yang membutuhkan 1 koin atau 2 koin seperti yang ada di Taman Ria dulu atau sekarang masih ada di mal-mal, sampai kereta dua-tiga gerbong yang digerakkan dengan mesin bermotor. Untuk membuatnya lebih menarik perhatian, dipasanglah peranti pemutar musik dan pengeras suarau untuk melantukan lagu anak-anak.


Mainan ini memasarkan diri dengan cara jemput bola, mendatangi perumahan-perumahan. Mulanya mereka menjamur di perumahan-perumahan di Jakarta dan kota-kota di pinggirnya. Namun, kini sudah merebak di seluruh penjuru tanah air termasuk kota Medan.