Jumat, 27 April 2012

Udah Sarjana Coy =)

            Memang hanya dibutuhkan selembar kemauan untuk mewujudkan mimpi kita. Maret-April tralalala ini sungguh luarbiasa. Masih teringat dengan tulisanku yang ini?mau sarjana coy hahaha lucu kalo aku baca lagi.  Siapa sangka beberapa minggu lalu, aku dan beberapa teman masih berjibaku dengan pejabat fakultas dan pejabat biro supaya mau membuka kembali rekening kampus agar bisa bayar SPP. Yah, FYI, daku telat bayar SPP, ah tak mau menyalahkan siapa-siapa dalam hal ini, segala sesuatu terjadi ya penyebab utamanya tu ya diri kita. That’s why sempat nangis-nangis bombai, after that  belajar mengikhlaskan semuanya =). 



Alhamdulillah berkat usaha lobi serta nego dengan pejabat kampus,  pihak kampus pun membuka kembali rekening dan kami pun bisa bayar SPP. Risikonya jika belum bayar SPP, kami terancam gagal sarjana bulan Mei ini.  Dispen 6 bulan, butuh sabar yang luar biasa. Allah T_T.
Bener deh, masa-masa menanti keputusan apakah kami bisa bayar SPP atau gak, adalah masa-masa yang serba salah, ada yang skripsinya dah kelar, namun belum bayar SPP, kebayang gimana galau nya, belum lagi udah gembar gembor ke tetangga sekampung, ‘Aku Wisuda bulan 5 loooo’, hadeeh, sedangkan aku yang PS 1 sedang di M’Sia menanti tanda tangan ACC, oh…suka duka skripsweet L, belum lagi aku yang kemaren di kontrak 2 minggu untuk jadi The Nanny, sampai bawa 2 krucil ke kampus hanya untuk ngurus surat pernyataan bahwa tidak akan telat bayar SPP lagi, *penting gak seh surat ini utk mahasiswa yg sdg skripsi?, birokreatif or birokrasi*. Alhamdulilah semua itu dilewati dengan air mata dan doa *jiaaahh dah kayak judul sinetron* =D
Setelah kerikil yang satu selesai, muncul kerikil lain, skripsiku belum ACC dengan PS 1, sebab menunggu beliau sampai ke Tanah Air. Sebaik tahu PS 1 ada di Medan, langsung uber-uber si bapak demi sebuah tanda tangan =D. Judulnya adalah ‘menunggu’. Dijanjikan sama PS 1 buat datang pagi ke kampus, eh sampai di kampus jam 9, namun orang yang ditunggu baru bisa ditemui jam 11.30. T_T. Membunuh waktu dengan baca novel =D *ada juga hikmahnya ya kan?*. Hari Rabu aku bertemu dengan PS 1, eh dia bilang skripsi bahwa skripsiku kudu dia periksa dulu *disatu sisi senang skripsiku di periksa, di sisi lain, aku kebelet mau  daftar siding*, akhirnya aku harus bersabar lagi, dan menunggu sampai hari senin. Sepanjang hari menjelang hari Senin, berdoa gak pernah putus, harapannya skrispiku bisa dinilai baik oleh PS dan langsung di ACC, finally walau kembali menunggu sama, nasibnya kayak hari Rabu, tapi tanda tangannya di kolom PS 1 itu seperti kelokan kelokan tinta yang bersinar, skripsi ku di ACC PS 1, ah bahagianya. *serasa melayang ke langit ke 7 terbang bersama paus biru hahaha*
Senin itu juga aku didesak pihak jurusan untuk segera kumpulkan berkas agar bisa daftar sidang. Akhirnya aku pulang ke rumah, potokopi skripsi rangkap 4, cairkan uang buat biaya pendaftaran, eh pas balik lagi ke kampus, miss yang ngurus berkah malah dah pulang. #pinsan. Besoknya gitu juga, menunggu. Finalnya, Rabu aku daftar sidang, itu pun didetik-detik terakhir, mana lagi mau terbang lagi ke pesantren buat ngajar, dan pesantrennya itu jauuuuuuuuuuuuuuuhhhh #ntahlah kek mana lagi bilang jauhnya* #lipat-lipat jalan
Oke, pasca daftar sidang di hari Rabu, aku kira hidupku tenang karena dapat kabar bahwa kami bakal sidang skripsi hari Selasa depan, sampai akhirnya hari Kamis saat aku sedang bertandang ke rumah sahabatku buat nengok anaknya, aku dikabarkan bahwa Jum’at kami sidang. Apa aku gak kebakaran alis dapat kabar seperti itu? Langsung aku ngacir ke kampus, dan ternyata kabar itu benar.
Malam Jum’at pun aku habiskan dengan ritual bakar sajen *loh kok? Emang mbah dokon??? Hahahha* ya aku habiskan buat belajarlah, membedah skripsku, menebak-nebak pertanyaan apa yang bakal dosen-dosen penguji bombardirkan ke arahku, dan baru bisa berangkat ke dreamland sekitar jam 11. Paginya bangun pukul setengah 5, tahajud, lalu subuh, mandi, dan pake baju kebesaran untuk sidang, jilbab putih, baju kurung putih dan rok songket pink. Cantik kali aku hari Jum’at itu hahahah. #plaakkk
Sampai di kampus, dan di ruang sidang, amboi…jantungku seperti sudah ada yang komandokan buat berdegup lebih kencang. Tak berapa lama, sidang pun berlangsung. Bap bip bup, bla bla bla.
Tibalah saatnya pengumuman…Nurul Fauziah 34072**** berhak menyandang gelar sarjana Pendidikan Islam dengan nilai sangat memuaskan. Huwaaa…hujan di hatiku deras sederasnya #terharu, teringat perjuangan yang berdarah-darah sewaktu kuliah dan mempersiapkan skripsi. Allah T_T
Barakallah yang melimpah kepada seluruh sahabat yang turut mengaminkan kesuksesanku, kamu dan kita samua. Loving you all as always.
Udah sarjana coy, hehehe.

           

           



Selasa, 17 April 2012

Madre: Adonan Cerpen Bertaburan Filosofi


Judul Buku          : Madre
Penulis                  : Dee/Dewi Lestari
Penerbit                : Bentang Pustaka
Cetakan                 : II, Agustus 2011
Halaman               : 162 Halaman

Madre: Adonan Cerpen Bertaburan Filosofi
Oleh: Nurul Fauziah*

            Andrea Hirata dalam novel fenomenalnya ‘Laskar Pelangi’ menuliskan tentang filosofi pencarian. Pencarian akan hal-hal yang paling kita inginkan dalam hidup ini dan pencarian akan diri kita sendiri. Karena jika kita berupaya sekuat tenaga menemukan sesuatu dan pada titik akhir upaya itu hasilnya masih nihil, maka sebenarnya kita telah menemukan apa yang kita cari dalam diri kita sendiri, yakni kenyataan, kenyataan yang harus dihadapi, sepahit apapun keadaannya.
            Dee atau yang lebih dikenal sebagai Dewi Lestari, mantan personil grup vocal RSD, Rida, Sita, Dewi, yang sekarang lebih fokus ke karir barunya sebagai penulis, novelis, dan cerpenis. Tak banyak selebriti yang mampu bertahan lama di dalam dunia tulis menulis, berbeda dengan Dee. Dee, selebritis multitalent, nyanyi Ok, menulis Jagonya, tapi belum saya lihat aksi Dee dalam dunia perfilman.
Kembali ke karya Dee, dalam kata pengantarnya Dee menuliskan sebagaimana lazimnya awal dari sebuah karya kreatif, Dee kerap memulai proses berkarya dengan bertanya. Tidak dipungkiri bertanya adalah mencari jawaban, kembali ke konsep filsafat pencarian tadi. Descrates pernah bilang bahwa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang lebih berguna lagi, kecuali mencari satu kali, dengan tekun, terus menerus. Inilah yang dilakukan seorang Dee dalam tiap karyanya.



Ide Sederhana, Dikemas Elegan
            Bukanlah hal mudah mengemas ide sederhana menjadi sebuah karya yang elegan, tapi disanalah letak tantangan menjadi seorang pengarang yang karyanya membuat pembacanya susah lupa, bahkan melekat di hati, memuaskan dahaga jiwa yang gersang kerontang akibat laju tuntutan hidup.
            Sejenak membaca Madre, kita akan memasuki bekas sebuah toko roti tua tanpa plang di daerah Jakarta tua. Dari sinilah bermula kisah seorang pria keturunan India bernama Tansen Roy Wuisan yang hidup bebas di Bali sebagai freelancer yang tiba-tiba mendapat warisan dari seorang pria tua berdarah Tionghoa bernama Tan Sin Gie. Cerita pun berlanjut membawa pembaca menelusuri jejak pencarian silsilah keluarga Tansen yang sebenarnya. Hingga Tansen dalam keterkejutannya, sebagai seorang blogger, menuliskan di blog-nya. “Apa rasanya sejarah hidup kita berubah dalam sehari? Darah saya mendadak seperempat Tionghoa, nenek saya ternyata tukang roti, dan dia bersama kakek yang tidak saya kenal, mewariskan anggota keluarga yang tidak pernah saya tahu: Madre”. (hlm. 18). Setelah membaca Madre, tukang roti yang lewat ingin segera memborong semua roti-rotinya.
Madre adalah buku yang menyajikan kumpulan cerpen, puisi, serta prosa pendek karya Dewi Lestari. Ini adalah buku ketujuhnya setelah trilogi Supernova, Filosofi Kopi, Recto Verso, dan Perahu kertas.           
Terdiri dari 13 karya fiksi dan prosa pendek. Ulenan adonan kisahnya menyajikan berbagai tema: perjuangan sebuah toko roti kuno pada judul Madre,  tentang seorang laki-laki yang mencari jawaban atas sebuah tanya yang ia tidak tahu pasti, tema ini terdapat pada cerpen Have You Ever, yang saya membacanya cukup mengkerutkan kening supaya mengerti, maksud Dee menulis cerpen ini apa, selain itu juga ada cerpen berjudul Semangkuk Acar untuk Cinta dan Tuhan, di cerpen ini lagi-lagi Dee piawai sekali dalam menarik sebuah perenungan dari semangkuk acar hingga pembaca dibawa menelusuri makna pencarian akan cinta dan Tuhan hanya dari semangkuk acar. Kok bisa? Bahkan Dee juga menyisipkan tema reinkarnasi dan kemerdekaan sejati. Silahkan menikmati cerpen dan prosa dari seorang Dee!

*Resensor adalah mahasiswa IAIN SU dan bergiat di FLP Sumut

#Tulisan ini telah dimuat di Harian Medan Bisnis 25 Maret 2012