Sabtu, 16 Juli 2011

[THE HARDEST DAY] PENGANTIN SEHIDUP SEMATI

Aku pikir aku tidak punya kakak, ternyata aku punya kakak. Dia datang mencari ayah ketika ia hendak menikah dan membutuhkan ayah untuk menjadi wali nikahnya. Awalnya aku shock, namun perlahan aku mulai membuka hati dan menerimanya mengisi ruang-ruang di hatiku.

Berbulan-bulan semenjak kedatangannya, ayah mendapat kabar bahwa pernikahannya gagal, sang calon membohongi kakak. Sang calon ternyata sudah bertunangan di kampung.

Tak banyak yang aku ketahui tentang kakakku ini, mendesak ayah untuk menceritakan apa yang terjadi, ayah selalu menghindar. Baiklah mungkin belum saatnya, aku pikir.

Setelah itu di tahun yang sama pula, kakakku yang hanya berbeda dua tahun dariku, kembali menjumpai ayah di Medan. Ia meminta ayah datang pada hari pernikahannya di Batubara, kali ini pria yang datang adalah jodoh dari syurga yang di datangkan Allah.



Hari pernikahan itu tiba, aku, Emak, Adik perempuanku dan aku, pergi menghadiri pernikahannya ke Batubara. Kakak sengaja menyewa mobil agar kami bisa berangkat ramai-ramai kesana tanpa harus bersempit-sempit dan berpanas-panasan di angkutan umum.

Ini adalah kali pertamaku bertemu kakak kandungku, setelah dua puluh tahun lebih berpisah. Cantik. Ia begitu dekat dengan ayah. Senangnya. Di hari yang paling membahagiakannya itu ayah hadir untuk menjadi wali nikahnya. Alhamdulillah hari 22 di bulan Mei tahun 2011 menjadi hari paling membahagiakannya. Aku turut berbahagia. Aku tak banyak berbicara. Aku masih speechless. Dan suatu hari aku tahu bahwa aku menyesal tidak mengenalnya lebih dekat pada dimana hidupnya masih ada.

11 Juli 2011, pukul 22.30. Kabar mengejutkan itu datang dari sebuah pesan singkat dari adikku. Innalillahi wa innailahi raji’un telah kakak dan abang, kak ade dan suaminya meninggal di tabrak tronton pada sore tadi, mohon doakan arwahnya. Sesaat aku terdiam, berkelebatan perjumpaan dengannya dua bulan lalu pada akad nikahnya. Allah. Kata itu yang bisa aku ucapkan. Kepalaku mendadak sakit. Aku pun memilih tidur berharap ini semua hanya mimpi dan esok pagi terbangun aku pastikan SMS duka itu tidak pernah ada.

Pagi masih sama, ini bukan mimpi. Aku pastikan lagi dengan mengirim pesan singkat ke adikku, apakah SMS tadi malam benar adanya. Ya, benar.

Sepanjang hari Emak mencari kabar tentang keberadaan jenazah dengan menelepon keluarga Kak Ade di Batubara. Jenazah di mandikan di Batubara dan akan dibawa ke Medan tepatnya di tempat tinggal keluarga suami kakak, dan direncanakan keduanya dikuburkan di Medan juga.

Ayah? Ya Ayah begitu terpukul mendengar berita ini. Aku sedih melihat ayah.
Siang itu kami bersegera menuju rumah keluarga suami kakak, karena dikabarkan kedua jenazah tiba di rumah duka sekitar waktu zuhur.

Tiba di rumah duka. Entah bagaimana, aku masih dalam kondisi percaya tidak percaya. Sejenak percayaku bulat saat memandang papan bunga itu Elida Susanti dan Susilo Sudarman. Kesedihan itu menyeruak kembali. Sepanjang jalan, Ayah begitu erat menggandeng tanganku, hingga sampai di mulut gang rumah duka pegangan ayah makin erat, langkah ayah makin cepat, di depan tampak kumpulan orang membulat mengelilingi kedua jenazah, sepertinya sedang ada khutbah kematian. Ayah menyeruak kerumunan. Ya, kedua jenazah itu adalah kakakku dan suaminya. Pegangan Ayah dilenganku seketika merenggang dan ayah terkulai pingsan di depan jenazah kakak. Bersyukur ada seorang bapak yang menggotong ayah ke dalam rumah duka. Aku tak tahu harus melakukan apa. Aku sedih melihat ayah sedih, aku sedih melihat kenyataan di depan mata. Aku?. Aku berusaha menguatkan ayah. Emak juga. Aku menyesal, secepat ini kah kak?.

Dalam sholat jenazah untuk kakak dan abangku, aku luruh, aku haru, aku rapuh, aku punya kakak. Selamat jalan kak, bang?.

Mendengar cerita dari ibu kandung kakak. Sore itu kakak baru pulang dari kampus selesai siding meja hijau untuk pendidikan strata satunya dan pulang dibonceng abang yang baru pulang kerja. Entah apa yang dikejar, sehingga harus mendahului truk tronton namun dari arah berlawanan ada juga kendaraan yang melaju, tak mampu mendahului tronton, kecelakaan itu pun terjadi. Kakak tercampak sekian meter tak jauh dari abang yang juga jatuh dan terluka parah, namun sempat menggendong kakak yang katanya sedang hamil tiga minggu ke tepi jalan, setelah itu abang menghembuskan nafas terakhirnya di tempat kejadian sedang kakak masih bertahan. Namun, dalam perjalanan ke rumah sakit, kakak pun menyusul abang.

Terakhir kalinya di pemakaman sebelum ia berkalang tanah, Ayah dan aku melihat wajahnya yang tenang. Allah terlalu sayang pada kedua pengantin baru itu. Allah, terima ya Amal kebaikan kakak dan abangku itu, Aamiin.

Sekarang aku tak punya alasan lagi untuk mempertanyakan ayah tentangnya. Dia memang kakakku semalam, hari ini, besok, dan selamanya. Sayang kakak.



220511-110711

Jumat, 08 Juli 2011

Refleksi Revolusi Jilbab

Saat itu bulan Juli 2009 masih ranum-ranumnya, namun suasana tersebut tidak cukup mewakili apa yang terjadi di ruang pengadilan kota Dresden, Jerman. Marwa Al-Sharbini, muslimah asal Mesir akan memberikan kesaksian atas tindakan rasial yang dilakukan Alex Wiens, pemuda Jerman pengidap Islamofobia keturunan Rusia, terhadap Marwa karena Alex berulangkali menyerang Marwa hanya karena Marwa mengenakan jilbab. Atas tuduhan itu, Alex ditahan dan 1 Juli 2009 adalah sidang pertamanya. Lalu kejadian mengenaskan itu pun terjadi. Di ruang pengadilan, belum sempat Marwa memberikan kesaksiannya, Alex menyerang Marwa dan menusuk ibu satu anak itu sebanyak 16 kali hingga Marwa yang saat kejadian sedang hamil tiga bulan, meninggal dunia. Sedang Suami Marwa, Elwi Ali berusaha melindungi istrinya tapi justru ditembak oleh polisi yang menjaga sidang tersebut.



Apa yang dialami Marwa yang rela syahid demi hijabnya tentu menjadi bahan refleksi buat kita semua para muslimah. Lalu bagaimana keadaan muslimah hari ini dengan jilbabnya?.

Sedikit flashback sebelum pemakaian jilbab bisa semarak hari ini, pada era 80-an terjadi peristiwa Revolusi Jilbab di Indonesia. Revolusi besar-besaran yang mengubah sisi kehidupan masyarakat Indonesia secara drastis. Setiap revolusi terjadi karena beberapa faktor, dari internal sendiri secara singkat penulis paparkan bahwa revolusi menyeruak sebab diberlakukannya SK 052/6/KEP/D/8 oleh pemerintah orde baru pada 17 Maret 1982 melalui departmen pendidikan, yang mengatur bentuk dan penggunaan seragam sekolah di sekolah-sekolah negeri. SK tersebut tidak mengakomodir penggunaan seragam sekolah lain khususnya busana muslimah. Berdasarkan SK itu mulailah merebak para siswi berjilbab di sekolah-sekolah negeri, SK itu seolah pemicu yang memotori dan membulatkan tekad para siswi untuk menunjukkan identitas muslimahnya. Peristiwa demi peristiwa terus bergulir, semangat keberislaman di kalangan pelajar dan mahasiswa mulai menampakkan geliat yang berarti. Namun, semangat keberislaman tidak luput dari tantangan demi tantangan, malah kasus pelarangan jilbab makin gencar. Saking gencarnya, demi sebuah idealisme beberapa siswi yang bersekolah di salahsatu sekolah negeri di Jakarta pusat terpaksa drop-out sekolah daripada harus melepas jilbab. Aksi drop out ini malah makin menambah siswi jilbaber dan kasus pelarangan jilbab merembet ke beberapa provinsi di Indonesia pada tahun ajaran 1987/1988. Hingga akhirnya MUI dan beberapa organisasi Islam saat itu ikut campur tangan dan sampailah masalah ini ke meja hijau, dengan berbagai pertimbangan, beberapa sekolah seperti SMAN 1 Bogor dan SMAN 68 Jakarta Pusat yang melaporkan para sisiwi berjilbab ke pengadilan, akhirnya meminta maaf kepada siswi mereka dan mengizinkan mereka bersekolah kembali tanpa harus melepas jilbab.

Apakah perjuangan berhenti sampai disitu saja? Ternyata tidak, seperti efek domino, seolah semua masyarakat saat itu sepakat untuk mendukung isu pelarangan jilbab, mulai dari penyebaran black campaign jilbab beracun yang bertujuan menjatuhkan mental muslimah yang baru berjilbab secara kaffah, lalu ada peristiwa penelanjangan muslimah berjilbab karena dituduh mencuri permen dari sebuah toserba sampai peristiwa pengeroyokan massal terhadap muslimah hingga nyaris meninggal karena dituduh sebagai penebar racun. Masyarakat yang termakan berbagai isu hingga akhirnya beralih menjadi simpati karena semua tuduhan mereka tidak benar dan pembelaan terhadap muslimah berjilbab terus mengalir.

Sekarang zaman berganti, perjuangan memakai jilbab tidak seekstrim pada tahun 80-an khususnya di Indonesia, namun bukan berarti eksistensi jilbab tidak akan mendapat tantangan apapun. Terbukti dari peristiwa yang dialami Marwa, islamofobia masih bersarang dibeberapa masyarakat. Disinilah perjuangan kita, wahai para muslimah. Tantangan berbeda tentu bentuk perjuangannya pun berbeda.

Jilbab: Samurai-nya Muslimah
Betapa sayangnya Allah, ketika perintah berjilbab langsung dariNya. Dia berfirman:
يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلاَبِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min:”Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 33:59).

Tidak lain tidak bukan, Allah Maha Tahu apa yang terbaik untuk hambanya. Allah turunkan perintah berjilbab karena Allah sudah berjanji dengan berjilbab seorang muslimah beriman lebih mudah dikenal (identitasnya) dan tidak diganggu.
Dengan berjilbab, seorang muslimah merasa bebas. Jilbab adalah simbol kebebasan bagi seorang muslimah. Bebas dari pendangan orang yang kebanyakan hanya memandang secara fisik, berat badan, dan apa yang kelihatan dari diri kita. Dengan berjilbab, orang hanya berfokus pada isi otak/pengetahuan kita, kepribadian kita. Seorang muslimah juga bebas dari lelaki yang bernafsu padanya serta bebas memilih siapa yang akan bisa dan tidak bisa melihat auratnya.

Seorang penyair bernama Soni Farid Maulana sampai berkomentar tentang manfaat luarbiasa dari muslimah berjilbab, seperti pedang bagi samurai, begitulah jilbab sebagai jalan hidup bagi muslimah.

Pencerdasan dalam Berjilbab

Jilbab membuat muslimah mendapatkan berpaket-paket kebebasan, namun akankan kebebasan yang didapat sejalan dengan gaya berjilbab kita yang bebas juga?.

Ada banyak ragam desain jilbab yang bermunculan saat ini, setiap pengusaha busana muslim berlomba-lomba menciptakan produk jilbab unggulan mereka, lalu bagaimana standar jilbab yang syar’i, agar muslimah tidak salah kaprah dalam memakai jilbab?.

Jilbab tidak sama dengan kerudung. Jilbab adalah pakaian keseluruhan yang kita pakai untuk menutup aurat (QS. Al-Ahzab:59), sedangkan kerudung (khimar) adalah apa-apa yang dapat menutup kepala (QS. An-Nur:33).

Perintah Allah diatas ditegaskan lagi oleh Nabi Muhammad S.A.W. dalam hadist beliau yang artinya : "Wahai Asma! Sesungguhnya seorang perempuan apabila sudah cukup umur, tidak boleh dilihat seluruh anggota tubuhnya, kecuali ini dan ini, sambil Rasulullah SAW menunjuk muka dan kedua tapak tangannya".

Jika hari ini kerudung masih menggantung dan melilit di leher akan lebih indah lagi jika diulurkan hingga ke dada, jika hari ini jilbab kita masih nge-press sana sini, jangan sampai kita seperti seonggok daging berjalan daripada kelihatan seperti manusia seutuhnya. Dan menjadi ladang dosa bagi sesiapa yang tergoda gara-gara melihat jilbab kita yang kurang sempurna. Niat hati ingin berjilbab, namun tidak sempurna, sayang bangetkan?. Kalau ada yang sempurna kenapa harus setengah-setengah?.

Islam datang untuk membebaskan muslimah dari perbudakan, dari status penduduk kelas dua. Namun, dalam Islam laki-laki dan perempuan itu sama di mata Allah hanya tingkat ketakwaannya saja yang membedakan. Belum lagi, penghargaan Islam kepada muslimah hingga Rasululullah bersabda bahwa ada surga di bawah telapak kaki ibu, ini menunjukkan betapa muslimah begitu diistimewakan dalam Islam. Lain hal dengan kaum feminis yang hanya melihat Islam dari jauh, bahwa muslimah itu bakal terpenjara dalam balutan pakaian takwanya. Kenyataannya tidak, muslimah justru makin leluasa dalam mengembangkan potensi positifnya untuk diri, keluarga dan ummat.

Dulu saat para muslimah susah payah mendapatkan haknya menutup aurat, perjuangan yang begitu panjang, perlawanan yang tidak ada habis-habisnya dari berbagai penjuru, sampai diusir, dikucilkan, dibotak, dan lain-lain. Sampai akhirnya berujung indah. Beberapa sekolah sudah ada peraturan mewajibkan siswinya memakai jilbab dan efek positif lainnya. Diharapkan kita yang dilahirkan pasca revolusi jilbab dalam lebih memaknai arti eksistensi jilbab itu sendiri bagi muslimah sejati. Jangan sampai apa yang diperjuangkan muslimah sebelumnya di masa revolusi jilbab menjadi sia-sia hanya karena pengaruh westernisasi yang mengusung pemikiran feminis yang membuat kerudung makin lama makin pendek, jilbab makin ketat, moral makin tidak pada tempatnya dan harga diri muslimah makin tak ada. Naudzubillah summa naudzubillahi min dzalik.

Selamat Hari Hijab Sedunia, 1 Juli 2009-1 Juli 2011. Mengenang Marwa El-Sharbini ‘Sang Martir Jilbab’.

*Tulisan ini dimuat diharian Analisa pada 8 Juli 2011. Tulisan ini terpotong dibeberapa bagian dan ini versi lengkapnya. Semoga bermanfaat dan jadi bahan selfreminder juga buat diri penulis scra pribadi :). Dan untuk Teh Marwa mudah2n syahid dan dilapangkan kuburnya Aaamiin!