Senin, 27 Juni 2011

EPISODE KETIDAKADILAN

Tidak ada ketidak-adilan yang bisa terjadi, tanpa disiapkan penyeimbangnya oleh Tuhan.

Jika hakmu dicurangi, ada sesuatu yang dilebihkan bagimu di sudut yang sebetulnya sangat terang, jika engkau membebaskan mata hatimu dari kemarahan dan kesedihan.
...
Damaikanlah hatimu, agar terlihat jelas keadilan Tuhan bagimu.

Mario Teguh


Apa yang kamu rasa ketika dihadapkan pada orang-orang bermasalah? Tentu rasanya campur-campur ya, setidaknya itulah yang aku rasakan beberapa bulan lalu. Tidaklah mudah meng-organize satu acara yang didalamnya terlibat bermacam ragam isi kepala untuk disatukan dalam mencapai tujuan bersama.

Entah kenapa penyelenggaraan seminar ini dari awal sudah banyak mendapat aral rintangan menghadang tak jadi masalah dan tak jadi beban pikiran *lah kenapa nyanyi OST nya film Kera Sakti hahahaha :D. Ya, penyelenggaraan seminar ini beberapa kali mengalami tarik ulur ‘ah, usah saja diadakan bakal tak ada yang mendukung kita’, ‘mau darimana dananya, dana kita sama sekali nol’, ‘gila, aja yang even kemaren aja dosen gak ada yg mau nimbrung, konon lagi acara ini’, bla bla bla, namun dengan segala daya upaya dan pertimbangan kebaikannya jika acara ini terlaksana maka akhirnya acara ini pelan-pelan jadi, mulai dari pematangan konsep, lobi dosen sana sini, merekrut panitia dari berbagai kelas, mengumpulkan dana awal, SEMUANYA.

Hari-hari berlalu, minggu-minggu terlewati, dan bulan-bulan terlampaui, sampailah acara ini pada H-10. Mulailah acara ini dapat gesekan dari sana sini, adalah sebuah organisasi yang seharusnya membawahi acara ini namun di awal2 konsep acara sempat lepas tangan, dan ujung2nya minta diakui bahwa organisasi mereka harusnya dilibatkan. Ah, PENGAKUAN, GILA HORMAT macamnya bukan konsumsi awak pulak. Tapi, demi kelancaran acara ini dan kebaikan semua pihak, ok itu semua diperturutkan. Ku kira urusan selesai disitu saja. Aku yang sebagai salahsatu Steering Comitee dalam acara itu, kembali terusik dengan masalah lagi.

Aku dapat kabar bahwa salahsatu panitiaku terlibat perang urat leher dengan salah satu kepala suku di organisasi yang aku sebutkan di atas. Klimaksnya konflik personal ini merembet ke aksi global, si kepala suku ini mengancam akan merusuh acara ini dengan cara apapun bahkan ia juga mengancam akan melaporkan panitia acara ke polisi atas pengaduan merusak nama baik dan penyelenggaraan acara yang tidak sesuai prosedur. Kejadiannya pas H-1 sedangkan aku dan temanku sesama SC sudah panik luarbiasa. Bagaimana ancaman mereka itu terbukti? Bagaimana dengan pembicara asing yang kami undang tentu akan ada kesan yang gak baik buat kampus ini? Bagaimana dengan peserta dari luar kota yang udah bela2in datang ke kampus naek bus bermalam2? Bagaimana dengan semangat panitia? *miris banget hati ini ketika rentetan ‘bagaimana’ meluncur begitu saja sambil memandangi panitia yang sibuk kerja dari deretan kursi peserta yang masih kosong ini, ah nggak sanggup membayangkannya*. Sempat stress luarbiasa, namun daku coba menguatkan diri sendiri bahwa enak udelnya aja merusuh acara yang udah dikonsep mati-matian sama seluruh panitia sejak 6 bulan lalu. Ancaman kepala suku daku tanggapin dengan meminta penjelasan dan alasannya ia melakukan aksi itu, aku telepon lalu minta janji ketemuan, malam itu juga. Acara ini harus terlaksana, tidak gara2 satu parasit lalu acara ini bubar, oh tidak bisa!.

Akhirnya aku dan beberapa panitia menemui kepala suku dan antek2nya di sebuah warung tempat biasa anak sekitaran kampusku pada nongkrong. Ternyata duduk permasalahannya adalah lagi lagi gila hormat, kepala suku itu merasa sudah diinjak2 keseniorannya oleh kawanku yang masih terhitung junior *persoalannya hanya dia saja yg duluan lahir. Emang sih dua duanya sama2 punya salah yang si junior ngomong bagus2 eh tiba2 si senior nyolot apa gak terpancing esmosi jiwa si junior yg akhirnya ikut nyolot juga. Kami pun selaku panitia dan mewakili si kawan ini (junior. –red) meminta maaf pada kepala suku *pas pulak si junior lg menghadiri acara ke luar kota* , awalnya ia gak terima ia bersikeras agar dipertemukan dg si junior namun akhirnya dia luluh dan berjanji tidak akan merusuh acara esok hari. Daku lega luarbiasa, acara negosiasi malam itu yang kalau kalian ada disana, hanya ada satu bidadari berwajah lusuh bin ngantuk karena udah kelelahan jiwa dan raga turut meramaikan acara konferensi meja petak dengan sesekali disesaki asap-asap rokok itu *weleh weleh…. Intinya komunikasi, kalau semua dikomunikasikan dengan bahasa cinta, insyallah semuanya akan menjadi jelas dan saling mendengarkan dan didengarkan tapi coba semua saling nyolot menyolot terang saja bakal gak ada yang jadi pendengar yang baik kala itu, dan pesan pun tak sampai. Malam cerah tralalal itu, diakhiri dengan acara maaf memaafkan dan memastikan tidak ada kerusuhan apapun selama acara berlangsung serta tidak ada pungutan liar dari oknum yang mengaku panitia atau pun oknum yang hanya mementingkan kepentingan perutnya semata. Dan aku memastikan itu semua secara pribadi, aku lihat wajah2 mereka satu persatu, kumasuki kedalaman mata mereka mudah2an tidak ada kemunafikan disana. Alhamdulillah tidurku nyenyak malam itu.

Keesokan harinya, pas hari H, kecemasan akan ancaman kerusuhan masih membayangiku tapi alhmdulillah, awal, tengah dan akhir acara semua aman, hanya ada beberapa masalah kecil saja.

Beberapa hari kemudian, ketika segalanya aku kira aman-aman saja, daku kembali mendapat selentingan bahwa ada panitia yang diteror kepala suku agar menyerahkan sejumlah uang keuntungan dari acara seminar itu. What?!? Uang? Keuntungan? Hadeuhh…rasanya kemarahanku memuncak sampai ke ubun-ubun, namun aku berusaha mengendalikannya. Untung gimana? Murni acara ini berawal dari 0 rupiah, aku saja sebagai SC bersyukur sekali acara ini bisa terlaksana, nggak sanggup mikirin untung apapun, acara terlaksana dengan sukses, peserta dapat ilmu, pembicara beraksi dengan sempurna, panitia yang kerjasamanya aku salutkan itu semua hal yang tidak bisa dihargai dengan apapun, tapi ini? Ada pihak yang sepeser pun tidak melakukan apa apa malah minta bagian *nyadar gak sih loh, ngaca nggak sih lo???. Mereka kembali mengancam dengan nada ancaman yang sama bahwa kalau permintaan mereka nggak dipenuhi mereka mengancam akan melapor ke polisi dengan tuduhan merusak nama baik dan penyelenggaraan acara yang tidak sesuai prosedur. Sejujurnya dari awal aku pribadi tidak takut dengan ancaman apapun, selama ini acara sudah dilaksanakan sesuai prosedur, semua pihak sudah tahu, tidak ada yang harus ditakutkan, mau dia ngaku kalau dia itu wartawan dan sebagainya aku tidak gentar, pihak panitia bisa saja melapornya balik dengan tuduhan pemerasan. Impas kan?.



Akhirnya setelah rembuk dengan panitia inti termasuk bendahara, kami memutuskan untuk mengembalikan sejumlah uang dari peserta yang tergabung dalam organisasi yang daku sebutkan diatas, berdasarkan kesepakatan malam meja petak itu, anggota mereka dalam organisasi itu dibebaskan dari biaya registrasi, kami pun mengembalikan uang itu ke tangan kepala suku, kontan, dan aku gak yakin ia akan mengembalikannya ke anggota yang kami data namanya. Takut melakukan kebodohan yang kesekian kali, kami pun mengembalikan uang itu padanya dengan syarat ia harus menandatangani surat perjanjian bahwa uang itu sudah berada di tangannya jadi tidak ada dikemudian hari ia ungkit2 bahwa uang itu belum dikasih panitia. Saat pemberiaan uang dan penandatangan surat perjanjian itu, aku tatap matanya dengan tajam dan kukatakan padanya ‘Gimana bang? Sudahkan?, Aman-aman sajakan?, jadi uang ini bukan uangku atau uang panitia ini adalah uang peserta, aku kasih ini ke bang dan mohon tandatangani ini biar sesuai prosedur seperti yang abang bilang tempo hari, semua harus sesuai prosedur’, semua cakapnya aku balikkan. Dan ia tak berkutik apapun, ia legowo, dan melenggang membawa pulang uang itu.

Tak berapa hari berlalu, ada kabar nggak enak menerpa telingaku lagi, ternyata kepala suku dan satu anak buahnya meneror temanku yang SC juga dan intinya minta uang panitia lagi? Masyaallah, manusia jenis apa sih ini? Geramku. Kukatakan pada kawan sesama SC, tak ada yang perlu ditakutkan, coba tawarkan kepadanya bahwa permintaan ia akan kita diskusikan kayak tempo hari di meja petak, termasuk aku harus ada di sana, mengapa ia harus meneror kawanku sesama SC tapi aku tidak diterornya. Ganjil kan?. Ah, lelah jiwa dan raga menghadapi jiwa2 kerdil itu. Perlahan rumor itu menghilang dengan sendirinya.

Hikmah dari kejadian ini adalah, KOMUNIKASI, eh si ‘K’ yang satu ini penting banget. Insyaallah jika terjalin MARI NGE THE MARI BICARA, maka semua akan jelas, kita tau mau mereka, mereka tau mau kita tentunya dengan seni berkomunikasi yang baik dan benar dong. Sudah tu >>> hadapi masalah dengan tegar dan sabar jangan langsung disikapi dengan emosi juga. Hikmah yang lain adalah, sekali lagi daku belajar menghadapi karakter manusia yang bermacam ragam, namun tergantung kita apakah kita mampu mewarnai mereka dengan akhlak kita yang baik sementara mereka mungkin sedang terkurung dalam jiwa yang tidak baik atau malah kita yang terwarnai dengan jiwa mereka yang tidak baik. Jangan orang lain sudah berlaku tidak adil, toh kita pula malah berlaku yang sama, kapan keadilan akan berwujud sempurna di bumi, jika kita semua begitu?. Itu semua pilihan. Lalu perhatikan apa yang terjadi! ^_^.

*legaaaannyaaaa nulis catatan ini ^_^ -sambil keluar dari kulkas hahahahah.

Minggu, 12 Juni 2011

Hakikat Cinta dan Pernikahan dalam Islam



Jumat, 27 Mei 2011 19:47 WIB
Oleh : Agustiar Nur Akbar

Cinta mengandung energi yang sangat besar, energi yang sangat luar biasa. Itulah kenapa seorang ibu rela berkorban sekalipun nyawanya demi sang anak. Seorang suami dapat tak hiraukan lelah dan peluh yang bercucuran demi anak istrinya. Para sahabat rela berkorban demi Allah dan Rasul-Nya, Muhammad SAW. Dan Romeo yang rela mati demi Juliet kekasihnya (sebenarnya ini adalah perbuatan bodoh atas nama cinta).

Energi cinta yang besar mempunyai kekuatan untuk mendorong seseorang melakukan sesuatu diluar akal sehatnya. Dan memberi kekuatan besar bagi seseorang untuk melakukan Sesuatu yang ia cintai.

Namun sayang, seringkali kekuatan energi cinta yang begitu besar menguap begitu saja tanpa ada sinergi dengan hal positif. Hal ini banyak terjadi dikalangan kawula muda kita, sahabat-sahabat kita, dan saudara-sadara kita. Atau mungkin justru kita sendiri. Cinta yang mereka usung selalu semu dan fana. Terbukti dengan kekecewaan, dan kesedihan yang diderita pada akhirnya secara sia-sia.

Sudah menjadi fitrah cinta yang timbul antara pria dan wanita yang bukan mahram. Seperti yang difirmankan Allah SWT dalam Al Quranul Karim. “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. (Q.S Ar Rum [30] : 21).

Cinta walaupun mempunyai energi yang luar biasa namun ia juga rapuh. Islam mensyariatkan pernikahan untuk untuk melindunginya dari kemadharatan yang ada padanya. Dengan akad pernikahan, Islam menghalalkan segala macam bentuk ekspresi cinta dari pasangan suami istri. Bahkan setiap ekspresi dari cinta tersebut bernilai ibadah di sisi Allah SWT. Pengorbanan atas nama cinta tidak lagi menjadi sia-sia. Akan tetapi bernilai sangat istimewa.

Rasa letih, lelah sang kepala keluarga untuk anak istri menjadi ibadah. Kesabaran istri dalam taat kepada suami, melayaninya dan mengasuh serta mendidik anak-anaknya menjadi ibadah. Dari hal terkecil sampai dengan hal yang paling besar terhitung ibadah.

Kerapuhan cinta bisa membuat dua insan berpisah. Dalam syariat pernikahan Islam. Islam menjaga hak setiap pihak, sehingga tidak ada yang dirugikan. Ketika terjadi perpisahan atau perceraian hak dan kewajiban dari kedua belah pihak telah diatur dengan sempurna. Dari mulai yang terkait dengan diri sendiri secara langsung. Seperti mut-ah (pemberian kepada istri ketika dicerai), dan aturan untuk rujuk. Maupun yang terkait dengan pihak lain, seperti pembagian waris dan aturan menikah kembali dengan pasangan yang berbeda.

Tidak ada isitilah pihak yang dirugikan disini. Pihak yang lepas dari tanggung jawabnya seperti menelantarkan anak dan istrinya. Ia akan diperhitungkan baik di sisi manusia maupun di sisi Allah SWT. Keributan akibat harta gono-gini antara pasangan pun tidak akan terjadi. Karena telah diatur dalam pembagian waris dan penentuan kepemilikan harta.

Dengan demikian energi cinta yang besar tidak akan sia-sia serta tidak membahayakan. Rapuhnya pun tidak akan merugikan satu pihak, apalagi menderita sia-sia. Seperti pasangan yang ditinggal kekasihnya dan ia dalam keadaan mengandung, misalnya. Dari sini kita juga dapat mengatakan, penghargaan tertinggi untuk wanita atas nama cinta adalah pernikahan secara Islam. Wallahu a’lam bish-shawab.

Penulis adalah mahasiswa Indonesia yang kini tengah menimba ilmu di Kairo, Mesir.

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/05/27/lluu6v-hakikat-cinta-dan-pernikahan-dalam-islam